Lewat sebulan sudah kami menduduki rumah kecil di kutub. Yang dikira sudah banyak terbiasa, ternyata masih belum terbiasa mendengar suara-suara halus di rumah ini. Derik pipa air, derum halus kulkas & pemanas ruangan, lalu suara duk-duk-cegluk dari loteng… Ih seketika menyesal, kenapa dulu hobinya nonton film horror bule yang settingnya miriiiippp banget sama rumah yang sekarang 😆

Tempat tinggal sekarang ini bentuknya rumah 1 kamar model dua kopel. Dulu waktu di apartemen flat di Penang, sering tuh terdengar suara furniture digeret, suara duk-duk-duk kayak ada anak kecil lari, suara kelereng bergulir & suara kelereng bouncing dijatohin ke lantai. Semuanya berasal dari lantai atas. Suara-suara misterius tersebut ada urban legend-nya, kayak apartemen-apartemen di Singapura & Hong Kong. Gue nggak mau bahas urban legendnya kayak apa lah yaw, syerem… Kalo penasaran, googling sendiri aja kata kunci “marbles dropping sound”. Kalau di kota ini, gue belum tahu (DAN NGGAK TERTARIK UNTUK TAHU) cerita urban legendnya apa aja. Males banget, daripada setres sendiri & takut ngapa-ngapain. Tapi kalau di Penang/SG/HK ada 'marbles dropping sound', kayaknya disini itu urban legendnya berupa 'kulkas yang mengerang'. Kayak kulkas di rumah nih, suka bergetar & mengeluarkan suara-suara aneh kayak orang ngeden. Konon karena si kulkas merasa tersaingi suhunya oleh dinginnya udara di luar 😛

Tapi begitu suara-suara dalam rumah menghilang, yang ada cuma hening & senyap. Benar-benar nggak ada white noise sama sekali. Senyap. Lebih senyap lagi saat menjelang malam. Dalam keheningan, suara sepelan erangan kulkas pun bisa ngagetin… Apalagi suara kicauan camar laut yang dari sononya udah keras. Kalau iseng keluar rumah berdiri diam & pasang telinga, pilihan suara yang terdengar cuma suara burung & suara angin. Sesekali suara mesin mobil. Atau suara pesawat terbang. Sisanya sunyi senyap. Awal-awalnya telinga terasa terganggu oleh kesenyapan berlebih semacam ini, tetapi baru kemudian gue sadar: justru selama ini Jakarta-lah yang mengganggu panca indera dengan memberikan stimuli berlebih.

Sempat kaget juga waktu tahu kalau semua rumah tetangga di kiri-kanan atas-bawah itu ada penghuninya. Padahal nggak kedengeran suara-suara apapun. Para tetangga orang beneran semua kok, confirmed kakinya pada napak. Saking bagusnya kualitas insulasi suhu & suara di rumah-rumah sini, tanda-tanda kehidupan sampai nggak tampak pun terdengar. Baru keliatan ada yang tinggal disana pas empunya rumah keluar.

Saking penasarannya sama rupa & wujud para tetangga, gue jadi kepo sendiri nggak jelas. Ada suara tanda-tanda kehidupan, langsung bereaksi. Ada suara pintu kebuka, langsung ngintip jendela. Ada suara mobil diparkir atau suara samar orang ngobrol, ngintip jendela. Ada suara derum mobil tukang pos, langsung ngintip jendela pengen liat tukang posnya yang mirip Adam Levine #eh Barusan aja nih tangga balkon depan rumah berderak keras, gue langsung terlonjak & melesat ke pintu 😆 Pernah di suatu sore selepas maghrib terdengar suara anak kecil cekikikan di luar, gue langsung parno nyari sumber suaranya. Ternyata itu suara anaknya tetangga rumah nomer 24, lagi main sama ibunya. Trus jadi kenalan deh. Nggak, tetangganya nggak menyeringai bertaring kok. Tapi nggak keliatan juga sih apakah kulitnya pucat atau matanya merah/nggak, soalnya rada gelap udah malem…

Iye, gue parno-an. Ya abis penasaran banget, ini para tetangga sekitar kok gaib-gaib semua nggak pernah keliatan wujudnya 😆 Bertatapmuka sama tetangga sebelah rumah pun baru setelah dua minggu tinggal disini: bapak-bapak mid-30, gempal, wajahnya ramah tapi nggak tahu single atau udah berkeluarga. Yang kelihatan keluar-masuk rumah cuma si bapak itu aja. Tapi anehnya jendela kamar depan rumahnya selalu terbuka. Pun saat si bapak sedang keluar rumah. Sementara saat itu suhu udara di luar berkisar antara -7 sampai -5 derajat celcius. Apa jangan-jangan miara polar bear? Gak mungkin piara vampire kan, kalo jendela kamarnya kebuka terus & sinar matahari selalu masuk? Semoga aja bukan bapak-bapak yang tinggal bersama vampire kecil & tiap beberapa minggu sekali ngumpulin darah dua jerigen buat ngasih makan si 'anak' tersebut…

Ya gimana nggak kepikir akan vampire dan sebangsanya, cobaaaa… Kalo pemandangan di luar rumah aja selalu gloomy macam begini:

 

Sampai Baim sendiri pun komentar: “Oh aku tahu sekarang, pemandangan disini tu kayak film apa… FILM TWILIGHT!”

See, tentang vampire lagi kan? Gue aja kebayangnya di tengah gundukan salju itu berdiri anggota klan Volturi dengan mata merah & jubah hitam, hihii.

Satu-satunya suara yang menurut gue adalah 'nyawa' yang menghidupkan tempat ini adalah raungan samar angin utara yang ganas & dingin. Akhirnya dengar sendiri apa yang sering disebut 'the howling wind'. Beberapa minggu belakang, angin utara kembali meraung disertai salju lebat mulai dari sore sampai menjelang subuh (subuh disini itu menjelang jam 3 pagi). Padahal siangnya cerah ceria, minimal masih terang pake mendung & turun salju sedikit. Yang membuat raungan angin utara terdengar 'agak' seram adalah setiap tiupan kerasnya selalu diikuti oleh suara derak bergetar dari atap & papan-papan dinding rumah.

Sekarang jadi tahu gimana ketar-ketirnya the three little pigs saat rumah mereka ditiup oleh si serigala jahat 😆