Waktu gue masuk ke wikipedia untuk mencari info tentang buku ini, disitu dibilang kalau buku Totto-chan masuk dalam kategori buku anak-anak. Hmmm… mungkin akan lebih cocok untuk anak-anak kalau saja gambar yang disajikan lebih banyak, meski hanya berupa sketsa pensil. As for me, buku ini lebih mirip ke autobiografi masa kecil penulisnya, Tetsuko Kuroyanagi.
Buku ini mengisahkan sepenggal bagian masa kecil seorang gadis cilik bernama Totto-chan (Tetsuko Kuroyanagi semasa kecil). Totto-chan memiliki rasa ingin tahu yang besar, yang mana kerapkali berbuah menjadi polah tingkah yang bagi guru-gurunya adalah aneh, bandel, mengganggu & mengesalkan, seperti terlalu banyak bertanya, duduk di jendela saat pelajaran berlangsung untuk mendengar pemusik yang lewat, atau menggambar di permukaan meja melewati jatah kertas yang diberikan gurunya karena Totto-chan merasa kertas yang diberikan terlalu kecil untuk menggambar bendera jepang yang besar.
Akhirnya ibu Totto-chan memindahkan Totto-chan ke sekolah baru, SD Tomoe (Tomoe Gakuen). Di masa itu, Tomoe Gakuen memiliki metode belajar dan bentuk sekolah yang terbilang “unconventional” (kalau tidak bisa dibilang “inspirational” ya :P), dimana kebebasan berekspresi & memilih murid diperbolehkan. Saat bertemu kepala sekolah Tomoe Gakuen, Mr.Kobayashi, Ibu Totto-chan mengutarakan harapannya agar Totto-chan dapat lebih bahagia saat bersekolah di Tomoe Gakuen & agar sekolah tersebut mampu mengakomodir kebutuhan belajar seorang Totto-chan yang “unik”.
Cerita bergulir dengan line-utama aktivitas Totto-chan belajar di Tomoe Gakuen & keseharian yang dijalaninya. Selama bersekolah di Tomoe Gakuen, Totto-chan belajar akan banyak hal, dari mulai kesetiakawanan, belajar menentukan prioritas, bagaimana menerima perbedaan, bertanggungjawab terhadap apa yang dilakukannya, sampai pedihnya rasa kehilangan & bagaimana belajar untuk menerimanya. Tomoe Gakuen dipimpin oleh kepala sekolah bernama Mr. Kobayashi yang sangat memperhatikan perkembangan anak-anak. Tomoe Gakuen “dibangun”oleh Mr.Kobayashi menggunakan beberapa gerbong lokomotif bekas yang berada di tengah lapangan luas, sehingga murid-murid memiliki cukup tempat untuk menyalurkan luapan energi mereka dengan bermain atau berolahraga. Di sekolah itu, murid-murid belajar dengan diberi tugas berisi soal-soal yang dikemas dengan sistem menu, dimana setiap murid bebas memulai mengerjakan soal manapun pilihan mereka, namun mereka tetap harus menyelesaikan semua tugas yang diberikan. Lalu, ada acara jalan-jalan bersama seluruh anggota sekolah & semua diharuskan membawa bekal beras & makanan mentah karena mereka akan memasak bersama seluruh beras & lauk dan saling berbagi. Pelajaran sains tentang pertumbuhan tanaman diajarkan oleh “guru” yang mana adalah seorang petani ; oleh petani tersebut, murid-murid diajarkan jenis-jenis sayur-mayur sekaligus belajar menanam & merawat sayuran sampai berbuah kemudian dimakan bersama-sama. Mr. Kobayashi juga menerima anak-anak dengan kelainan fisik dan mendorong mereka untuk PD bermain dengan anak-anak lainnya yang sebaya. Diceritakan dalam buku tersebut, ada diantara teman Totto-chan yang mengalami kelainan fisik yang kemudian menjadi ilmuwan, katanya, semua itu karena dorongan & keyakinan yang ditumbuhkan oleh Mr.Kobayashi untuknya.
Meskipun cerita ini dituturkan lewat sudut pandang seorang anak kecil, banyak sekali pesan positif yang bisa dipetik. Tidak hanya mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan anak-anak… tetapi juga tentang beberapa hal yang orang dewasa banyak lupakan seperti spontanitas, menghargai pendapat orang lain, kejujuran, etos kerja, menerima perbedaan & menghargai perpisahan.
Personally, buku ini sendiri memberi banyak “pencerahan” bagi gue. Selama ini, kadang gue merasa bahwa banyak hal yang hilang dalam perjalanan diri menjadi dewasa. Namun dalam buku ini gue menemukan hal-hal yang hilang tersebut muncul dan bercerita dari sudut-pandangnya; ia menuturkan kehidupan seorang gadis kecil yang gemar duduk di tepi jendela untuk mengamati kehidupan yang berlalu-lalang didepannya, hanya dengan sebuah keingintahuan yang murni.