OK, ini kesekian kalinya gue janji palsu air mata buaya bilang mau rajin ngupdate blog, dan kesekian kalinya juga baru sempat updating beberapa bulan kemudian xD So, bear with me ya manteman. Memang lagi sibuk di rumah di dunia nyata aja, jadinya si rumahatiku ini sepi.
Kali ini mau bicara tentang hidup. Hidupnya gue ya, bukan hidup orang lain. Apalagi hidupnya PrincessSyahrini, itu sih lihat instagramnya aza.
Setiap kali tiba di tempat baru, gue punya 1001 rencana untuk memulai hidup baru di tempat baru tersebut. Turns out, Tuhan punya 1001 rencana lain di atas rencana yang gue buat. Beberapa berjalan sesuai rencana. Kebanyakan malah 180 derajat berbeda dari yang gue harapkan. Mendapatkan pekerjaan, salah satunya.
Gue nggak akan bohong kalau gue bilang gue sedih waktu resign karena memutuskan ikut merantau bareng Baim. Salah satu keputusan terberat yang pernah gue ambil. Sepusing apapun ngajar anak2 SMP, menjadi guru adalah salah satu perkerjaan yang bagi gue nyambung sama salah satu kutipannya Confucius: Choose a job you love, and you will never have to work a day in your life. Yang gue benci dari kerjaan yang dulu cuma paperwork (sorry to say, don’t we all hates paperwork & dealing with the management?).
Life happens. Mau kembali ke sekolah, kepentok biaya & waktu. Lalu anak lahir. Lalu pindah tempat tinggal lagi. Daftar sekolah lagi & dapat rejection letter lagi. Mau kerja, kepentok bahasa. Mau daftar sekolah bahasa, keburu semaput begitu tahu harus bayar berapa. Kursus bahasa disini mahalnya amit-amiiitt & gak gratis! Padahal gue bayar pajak! Kembalikan pajakku buat bayar kursus! Baru mau sekolah, harus pindahan lagi, and so on. Ternyata cita-cita kandas di pintu masuk itu sama pedihnya seperti menyandang predikat jomblo veteran atau menyesali tas idaman yang nggak jadi kebeli.
Don’t get me wrong, sezuzurnya hidup nomaden itu bikin ‘nagih’ (setidaknya bagi gue ya). It’s like flirting with life, saying “I would stay, I love you, but sorry… I have to go”. Kayak lagi main di satu rollercoaster theme-park & lo bisa pindah-pindah nyobain segala jenis rollercoaster yang ada sampai muntah. Dan sekarang, gue sedang berada di titik dimana lagi pengen ‘muntah’ setelah kebanyakan main rollercoaster tersebut.
Beberapa hari ini bukanlah hari dimana gue bisa menjawab “I’m fine, thank you!” kalau papasan sama orang & ada yang nanya “Hi, how are you?”. By the way:
1. kecil kemungkinan di Norway ini ada orang tidak dikenal yang begitu papasan langsung senyum & ramah bertanya, “Hi, how are you?”. Not even on the sunniest summer day.
2. gue selalu bertanya-tanya, kenapa sih “I’m fine, thank you!” selalu jadi template jawabannya, instead of sesekali kita bisa saja menjawab “No, I’m not okay but I’ll get better, thanks for asking” and see how it goes?
… kembali lagi ke topik awal. Beberapa hari, eh lebih tepatnya beberapa minggu ini rasa-rasanya bukan minggu terbaik dalam hidup. I get it. It’s not easy. It’s more like “when life gives you baygon”, instead of “when life gives you lemon”. Jarang2 ngerasain yang beginian, tapi the most recent time gue merasakan ini adalah waktu ngalamin post-partum depression.
Kopi seduhan Baim bahkan nggak bisa menghilangkan rasa pahit tersebut. Teh poci yang biasanya jadi obat kangen maha ampuh, tidak bisa membuat perasaan jadi lebih baik. Lari tiap pagi sampai capek ngantuk & ketiduran, saat bangun… rasa itu tetap ada #tsaah. Retail theraphy? Nggak kuat boookk, Norway apa-apa muahal. Ada yang bilang: Life is short, buy that lipstick. Iye, udah beli lipstik baru (yang rada murah) pun dan tetap saja nggak bikin perasaan jadi lebih enak. Apa mustinya beli lipstik yang mahalan sekalian ya?
Anyway, I got tired of trying. Kalau dipikir2 lagi, ketidakpastian dan penolakan resiko sepaket dari pilihan hidup yang gue buat. Setelah beberapa minggu terombang-ambing sendiri, something hits me hard: lo nggak bisa menyalahkan risiko. Risiko akan selalu ada. Hit rock bottom hard, and you will get up, sort your life out.
Setelah setiap pagi bangun dengan kepala berat & semangat di titik nol, pagi ini gue bangun dengan pikiran: you need to sort your life out, Ai. Cukup enam hari enam malam. When life gives you baygon, don’t drink it. Kill the mosquitos & get up. Or sleep tight, karena kamar yang dipakein baygon elektrik kan enak yah bebas nyamuk, wanginya nggak bikin sesak, tidur pun jadi nyenyak #lah #ngiklan. Ya pokoknya gitu deh. Pagi ini gue bangun & memutuskan buat menerima rasa pahit itu. Sadar kalau rasa pahit tersebut hanya akan membuat gue menjadi the worst version of myself & yang paling kasihan adalah Baim & Alma. They deserve for a better me. I deserve for a better version of myself. Saat mengetik ini, gue masih berusaha menerima kalau bukan pintu itu yang akan membawa gue ke tujuan impian selama ini. Meyakinkan diri kalau ada banyak cara agar bisa membawa manfaat untuk sesama. On being a fully-functioning adult, selama ini kadang gue merasa cuma “half-functioning” aja. Sezuzurnya gue benci jadi yang paling nggak bisa apa-apa di rumah. Setidaknya begitulah yang kepikiran. Bisa jadi hidup memang lagi nggak ramah aja. Bisa jadi gue-nya aja yang nggak ramah terhadap diri sendiri. Kalo kata Amy Poehler, we say things to ourselves that we’ll never say to our friends. Mungkin itu juga yang gue lakukan saat ini terhadap diri sendiri.
Di antara kerjaan editing, tiba-tiba keinget kalau gue masih punya blog ini. Jadi ingat juga saran seorang psikolog yang bilang coba journaling untuk meredakan stress & membantu problem solving. Bisa gratitude journal, bisa dream journal, bisa sekedar nulis curhatan aja. Katanya sih, it helped tremendously especially with the mood swings. Baiklah. Open new tab dan… disinilah saya.
Btw, ini blog kan diisinya semacam puasa Ramadhan ya… setahun sekali gitu 😛 Jadi yah begitu cek cek bebi cek, suka kaget sendiri baca beberapa komen yang masuk, atau baca top search yang masuk ke blog ini. Salah satunya kayak yang ditemukan pagi ini (ikuti tanda panah):
I was like, “What the…?”. No, don’t, please don’t even try to googlesearch it. Nggak akan menemukan cerita hot apapun di blog ini, dijamin. Siapa yang iseng googling kayak gitu? Semoga ‘aini’ yang dimaksud bukan ‘aini’ yang ini. Semoga yang googling bukan salah satu mantan-mantan yang masih gagal move-on. Yes, I’m talking to you, mas Benedict… sorry yah kamu nggak akan mendapatkan informasi apapun dengan googling kata kunci tsb.
Then… I laughed. Bukan ketawa stress yang mau gila gitu sih… tapi geli aja bayangin kok adaaa yang googling kayak gituan. Ketawa pertama (kayaknya yah) dalam enam hari ini. Abisan kemarin2 mau ketawa aja sesek. Apalagi semalam abis nonton Game of Thrones, sedih benerrrr bawaannya pengen teriak “FFFFFFF YOU, STANNIS!” *maaf, masih terbawa emosi*
Memang yah. Hidup selalu bisa ngasih sesuatu yang bikin kita ngebatin “What the…” dan anehnya, justru menghibur.
Hang in there, Ai. Different doors sometimes lead to the same party room.
5 Comments
rika
HUBBY AND WIBBY!!!!
Duh, di sana les mahal ya, Ai? Lo berhak untuk ikut integration program gak? Kayanya di negara2 nordic pemerintahnya selalu nyediain integration program buat pendatang, termasuk di dalamnya les bahasa. Di Finlandia programnya berlaku untuk refugees dan pendatang yg bayar pajak, jadi harusnya lo termasuk. Di sini lesnya juga gratis, asalkan ambil program yang dari ministry of manpower, kalo private baru bayar. Tapi biasanya pemkot nyediain kursus2 murah buat pendatang yang gak terikutkan ke integration program, paling daftarnya aja yg susah karena rebutan. Di Swedia kayanya mirip2 sistemnya, gue kira di norwei juga samimawon.
Gue udah 5 tahun lebih di sini masalahnya juga masih mirip2 kaya elu. Grafik stress/depresi gue up and down terus selama 5 tahun itu. Apalageeeee…kalo lagi ngobrol-ngobrol sama kenalan baru trus ditanya “So, what do you do?” Ampuuun maaaaak. Langsung sedih dan pelan-pelan jawab “masih nganggur”. Sayangnya di sini gak ada status ibu rumah tangga, jadi gue yg di rumah ini ya dipanggilnya pengangguran. Tapi, biarpun masih pengangguran, gue merasa jauuuuh lebih liberated sekarang setelah ngerti bahasanya dikit-dikit. Dan gue banyak ketemu orang asing di sini yang belajar Suomi secara mandiri. Hasilnya mirip2 ama gue yg sekolah bertahun2. Yang penting sih berani praktek aja sama orang setempat. Semangat terus belajar bahasa norwei, Ai!
aini
pas baca “wibby”, gw pake mikir dulu: bukannya wifey ya? 😆
Nah itulah…di sini kursus bahasanya cuma gratis buat refugee & org yg nikah dg norwegian. Buat mahasiswa bisa ambil gratis di kampus & buat pekerja kantoran dikursusin sama kantornya. kyk gue gini musti ikut kursus voksneoplæring punyanya kommune yg daftarnya rebutan itu. Memang sih, dibanding kursus privat masih lebih murah tapi semurah2nya Norway yaa 😛 Stlh ikut kursus pun gak menjamin bakal dapet kerjaan juga krn buat kerjaan housekeeping aja di Tromso lagi rebutan. Apalagi buat apply PR. Sekitar tiga tahun lalu masih bisa tu yg diam2 masuk ke kelas bahasa di kampus, atau ngambil satu mata kuliah doang biar bisa ikut kursus bahasa gratis di kampus, tapi skrg peraturannya udh diubah. Teman2 yang udah disini dari 4-5 tahun lalu bilang mereka dulunya mengandalkan kursus gratisan yg di kampus itu 😛
Samimawon ya ternyata di negara2 nordic, hihi. Di kalangan sesama wong Indo pun gue kena cap ‘pengangguran’. Dan gue sempet yg mindeeerrrr bgt dg status pengangguran ini, secara di sini orang dinilai dari kontribusi sosial yg mereka kasih (bayar pajak = punya pekerjaan = berkontribusi ke masyarakat). Plus di norway tnyt kalau mau dapat pekerjaan, orang yg hiring akan lebih melihat rekomendasi dari sesama orang lokal. Lucunya Rik, skrg gue malah banyak belajar bahasa dari Alma :)) belum yg sampai bisa ngebalesin kalo diajak ngobrol sih, tapi kalo nguping orang ngomong mulai ngerti2 dikiiiitt 😛 setuju banget kyk yg lo bilang, stlh mulai ngerti dikit2 bahasanya rasanya kita lebih liberated yah. Ah semoga gw bisa sesemangat dirimu yaa Rik!
etty
don’t drink that baygon ai!
Please don’t.
Gw inget pertama kali nyasar ke blog ini karena nge-gugel resep. Terus sedih, kok dirimu yang waktu itu masih di malaysia aja bisa masak ini-inu di dapurnya. Kok gw enggak?! *kompetitip*
Terus rajin berkunjung ke mari karena cerita sehari-hari nya yang gw suka banget, apalagi pas udah di norwey. Walopun ternyata ga seindah bayangan gw (ngayalnya kalo hidup di utara pan kayak Arandelle) tetep semangat aini!
Emmm boleh lah nulis cerita sex, kasian atuh yang nyariin.
aini
Ahahahaa… ga bakal laa minum baygon. gila aja kalo diminum 😛
Jadi inget jaman di Penang euy, jaman2nya gue paling jarang masak haha! Sepenuhnya menggantungkan hidup pada warung nasi. Masak2nya mah pencitraan doang 😛
Aaaaww makasi ya Etty, aku senang pas tahu kalo cerita koplak awal2 disini ternyata bisa menghibur. Aku akan semangaatt! Kalau yang kayak Arendelle itu Norway bagian selatan, yg banyak fjordnya. Gue juga pengen sih tinggal di sana, meski lebih jauh dari mana-mana (mau beli susu aja musti naik ferry). Tromso mah lebih mirip gunung esnya Queen Elsa.
Cerita sex? Ehmmm, gimana yah. Pengen sih, 50shades mah ngga ada apa2nya. Tapi ntar kasian yang ngarang buku 50shades, bakal nggak ngetop lagi, kalah sama cerita dari gue. Biarlah, gak tega gw ngambil rejeki orang 😛
Yoekaa
Wahh… tak pikir minum baygon benerannnn…