Dulu jaman masih single, menjelang hari ulang tahun biasanya gue akan membeli beberapa DVD untuk ditonton sendiri. Hehe, itulah gue semasa lajang, nggak sering menghabiskan ultah gue diluar rumah utk pesta-pesta . Paling2 gue akan ngumpul sama keluarga atau sahabat2 gue, makan-makan. Selesai itu, nonton DVD di kamar sampe ketiduran 😛 Lupakan soal merenung, membuat resolusi, etc, etc.

Tahun ini, seminggu sebelum ulangtahun, gue lagi bosan2nya sama…hidup gue disini. Worst-lah. At that time, i’m losing my mojo (not in a sexual way, tho!?). Gue gak nyanyi2, gue gak masak, gue gak nyuci, gue gak ngurus rumah, gue nggak menggambar, foto2, mendengarkan musik, baca buku… gue gak melakukan hal-hal biasa yang gue lakukan. Gue bosan ajah. Kayaknya setiap hari yang gue jalani saat itu, gue cuma melek pas pagi, menemukan kalo gue bosan & kemudian menunggu waktu sampe gue merem lagi. Parahnya, insomnia gue kumat pula. Gak lama kemudian, badan gue juga jadi sakit2 (plus seminggu sblmnya, i got a very-very-very painful period).

Then, dua hari yg lalu saat jalan2 di Mall Bukit Jambul, gue & Baim singgah di toko DVD bajakan 😛 Iya, beli DVD bajakan karena gue lagi bosen, butuh hiburan & pengen nonton sesuatu yang “beda”. Saat menyusuri rak DVD-case, jari & mata gue tertumbuk pada film ini :

The Bucket List.

Kalo mau jujur, nama Morgan Freeman & Jack Nicholson menjadi alasan kenapa gue memilih untuk beli DVD ini. Sebelumnya gue nggak pernah baca review ttg film ini, gak pernah pula mendengar judulnya.

Sampai di rumah, gue & Baim langsung menonton film ini. Dan…

…97 menit kemudian, pas filmnya abis, gue bengong. Speechless.

GILAK, ni film bagus banget !! It’s such a beautiful movie, dialog-dialognya cerdas & “dalem” dengan lelucon cynical disana-sini, apalagi akting pemain-pemainnya (ha-looo, Jack Nicholson & Morgan Freeman gitu loh). Cerita film ini termasuk dalam jenis cerita-penggugah-jiwa & membuat penontonnya berpikir lagi akan kehidupan yang dijalaninya. Well, memang termasuk film serius sih, tapi bagi gue… pesan yang disampaikan dalam film besutan sutradara peraih oscar Rob Reiner ini menjadi salah satu “life-altering experience” bagi gue.

Film ini menceritakan pertemuan takdir dua orang dari kelas sosial & ekonomi yang berbeda. Edward Cole (Jack Nicholson) adalah milyuner yang menjalankan bisnis rumah sakit, sedangkan Carter Chambers (Morgan Freeman) adalah montir mobil. Keduanya tidak saling mengenal dan tidak memiliki kesamaan apapun selain mengidap penyakit kanker stadium lanjut. Carter lebih dulu masuk dirawat di rumah sakit (yang kbetulan) milik Edward; untuk menghemat biaya pengobatan kankernya, Carter menjadi pasien eksperimen untuk penelitian pengobatan kanker. Later, Edward yang setelah koleps saat trial & didiagnosis mengidap kanker, akhirnya dirawat di rumah sakit miliknya tersebut. Saat Edward bersikeras meminta untuk diberikan kamar rawat-inap VIP, asistennya menolak & mengingatkan Edward untuk konsisten dengan kebijakan rumah sakit yang Edward buat sendiri : satu kamar untuk dua pasien. Dengan penuh gerutu, Eddward menerima dirinya ditempatkan sekamar dengan pasien lain yang tidak dia kenal (yakni Carter).

Saat keduanya sekamar & berbagipengalaman menjalankan kemoterapi, keduanya juga berbagi penghiburan (dengan bermain poker) & kebiasaan (Carter gemar membaca buku, sementara Edward menggemari berbagai jenis makanan enak & kopi luwak). Satu waktu, ditengah menanti hasil pemeriksaan kankernya, Carter menulis “the bucket list” dalam buku catatannya; daftar hal-hal yang ingin dilakukannya sebelum meninggal dunia. Namun saat menerima hasil pemeriksaan dokter bahwa dia hanya memiliki waktu 6 bulan untuk bisa bertahan hidup, Carter memutuskan untuk melupakan ide “the bucket list” tersebut. Edward yang kemudian menemukan kertas lecek berisi “the bucket list” tersebut menantang Carter & meyakinkannya untuk bersama-sama membuat satu perjalanan & melakukan seluruh isi daftar tersebut, tanpa harus berlarut-larut memikirkan kemungkinan buruk dari kesehatan mereka. Pokoknya, jalankan & nikmati saja selagi mampu. Later, dalam perjalanan tersebut keduanya saling membantu, menemukan penyembuhan-diri dari luka masa lalu, menjadi sahabat yang “unik” & menemukan “joy” yang sesungguhnya dalam hidup mereka.

Surely, this movie will bring u a bucket of tears, so… prepare a box of tissue before you watch it 🙂 Oia, ada satu bagian dialog film ini yang membuat gue merenung. Saat Carter & Edward duduk di puncak piramid, Carter menjabarkan beberapa fakta menarik tentang mitos kematian dalam budaya Mesir Kuno kepada Edward & berkata :

“There are two questions to be asked of you when you get to heaven’s gates: First, have you found your joy ?

And second, has your life brought joy to someone else’s ?”

Yup. Life is not merely to find the joy for yourself, but also, to share the joy with other’s life. Bersyukurlah mereka yg mampu menemukan “kebahagiaan yang tulus dalam hidup”. Ber-Sia-sia-lah mereka yang berusaha membahagiakan orang lain tetapi deep-down inside, tidak merasa bahagia. Nafsu dalam jiwa manusia akan selalu mencari pemuasan untuk kesenangan dalam hidup. Yang tersisa hanya rasa “kosong” bila kehidupan yang dijalankan tidak membawa kebahagiaan untuk diri, juga untuk orang lain. Ini yang jadi pertanyaan gw setelah menengok ke belakang, ke 25 tahun yang sudah gue jalani.

APakah gue sudah menemukan kebahagiaan hidup ?

Dan apakah hidup gue membawa kebahagiaan pula untuk orang lain ?

Mungkin pertanyaan tersebut belum saatnya dimaksudkan untuk dijawab. Mungkin pertanyaan tersebut adalah pengingat bagi gue, untuk menjalani tahun-tahun kehidupan gue kedepannya dengan penuh kesadaran, dengan ikhlas, dengan sebaik-baiknya yang gue mampu… untuk menemukan kebahagiaan hidup yang tidak hanya untuk gue, tapi juga membawanya untuk orang2 disekitar gue.

Semoga, insya Allah.