Selasa pagi yang cerah. Doaku semalam terkabul ! 😀 Usai melepas Baim untuk berangkat kerja & melahap sarapan (breakfast is the most important meal of the day ! I’m gonna need bulks of calories for today’s photo-hunting) gue kembali ke kamar & berleha-leha sebentar sebelum jalan-jalan (lagi). Waaah, Penang pagi ini cerah, nggak mendung seperti dua pagi sebelumnya. Senangnya hati ini 😀 Jadi pengen segera keluar ke jalan, cahaya pagi yang cerah begini bagus untuk foto-foto 😉 Tapi leyeh-leyeh bentar dulu ah… sampai sarapan tadi pagi benar-benar “turun” ke perut 😛
Sambil leyeh-leyeh, mata gue menikmati pemandangan indah di jendela… laut, Penang Bridge, barisan atap rumah berwarna-warni hangat terkena cahaya matahari pagi… dan sebuah kubah hitam kecokelatan yang menyembul di kejauhan, diantara dinding-dinding gedung & atap rumah..
Kalau di Florence ada kubah Duomo Basilica di Santa Maria del Fiore (yang menjadi landmark-dome kota tersebut & menyembul megah diantara atap-atap rumah berwarna cokelat terrakota), di Penang ini ada landmark serupa yang mengingatkan gue akan duomo Florence : kubah kecoklatan dari Masjid Kapitan Kling 😉 Tidak semegah duomo Florence, memang… tapi nuansanya mirip 😛
Ah, nggak asik nih kalo kelamaan leyeh-leyeh di kamar; sementara diluar sana, sinar matahari pagi yang hangat & cerah terus memanggil-manggil diri. Godaannya terlalu kuat 😛 Akhirnya gue memutuskan untuk tidak melanjutkan acara leyeh-leyeh, segera menyangklong ransel & keluarrrr ke jalan 😀
Rute hari Selasa ini adalah menyusuri Lebuh Farquhar (Farquhar Street), lalu masuk ke Church Street (Lebuh Gereja) menuju Pinang Peranakan Museum, lalu keluar & teruuus menyusuri Jalan Masjid Kapitan Kling (Pitt Street), kemudian berujung dengan mengunjungi mesjid Kapitan Kling yang terletak di tikungan Jalan Mesjid Kapitan Kling menuju Lebuh Buckingham. Sebagai “pembuka” di pagi hari, inilah salah satu bagunan yang pengen banget gue ambil gambarnya; salah satu hotel tertua di Penang…
Eastern & Oriental Hotel, berdiri sejak tahun 1885, merupakan hotel mewah pertama di Penang. Dibangun oleh pengusaha Armenia bersaudara, Sarkies Brothers, yang dua tahun kemudian juga membangun Raffles Hotel di Singapura (menyusuli kesuksesan Eastern & Oriental Hotel di Penang). Beberapa tamu (orang2 terkenal di akhir abad ke 19) yang pernah berkunjung & tinggal di hotel ini adalah Charlie Chaplin, Douglas Fairbanks, Sun Yat Sen, & Ruyard Kipling (novelis Inggris kelahiran Mumbai, penulis The Jungle Book (Mowgli & Sher Khan, remember ?) & memakai Penang sebagai setting dalam cerita pendeknya, The Crab That Played With The Sea). Setelah ditutup untuk restorasi besar-besaran pada tahun 1996, hotel E&O ini kembali dibuka pada tahun 2001.
Selepas dari mulut jalan Lebuh Leith, jalan sedikit di Lebuh Farquhar, ada sebuah sekolah katolik pertama yang dibangun di Penang, dan masih beroperasi sampai sekarang 😛 Sedikit banyak, jadi mengingatkan gue akan Kolese Kanisius di Menteng – Jakarta 😉
St. Xavier’s Institution, dibangun pada tahun 1852 oleh kelompok misionaris De La Salle Christian Brothers, merupakan sekolah katolik tertua yang dibangun di Malaysia. Saat Perang Dunia-2, bagunan sekolah ini pernah digunakan sebagai barak tentara Jepang & kemudian hancur dibom oleh tentara Sekutu tahun 1941. Tigabelas tahun kemudian, sekolah ini kembali dibangun & sampai sekarang digunakan untuk sekolah menengah umum.
Masih berada di lebuh Farquhar, setelah sekolah St. Xavier’s Institution & Cathedral of the Adsumption, ada sebuah gedung bergaya kolonial yang sekarang menjadi Penang State Museum. Gedung museum ini terdiri dari 2 bagian : sayap-kiri yang dibangun pada tahun 1896 (sebelah gereja St. George’s Anglican Church) & bangunan baru tahun 1906. Awalnya, gedung sayap-kiri dari Penang State Museum diperuntukkan untuk Penang Free School (tahun 1927 pindah ke Green Lane) & kemudian Sekolah Hutchings (hingga sekarang masih menempati bangunan sayap-kiri). Sekolah2 tersebut dibangun oleh Reverend Robert Sparke Hutchings, merupakan sekolah Inggris pertama & tertua di Asia Tenggara. Museum Penang sendiri awalnya sudah ada pada tahun 1940, dibangun dalam salah satu gedung di kompleks sekolah St. Xavier’s Institution. Namun museum tersebut hancur (beserta sebagian besar gedung sekolah) pada tahun 1941, saat pengeboman basis militer Jepang di Penang oleh tentara Sekutu.
Tepat di belokan Lebuh Farquhar & Jalan Masjid Kapitan Kling, di sebelah bangunan Sekolah Hutchings, berdirilah gereja St. George’s Church. Gereja ini merupakan gereja Anglikan (inggris) tertua di wilayah Asia Tenggara, dibangun atas inisiatif Reverend Robert Sparke Hutchings (yang juga membangun Penang Free School), pada masa pemerintahan gubernur Penang J.A Bannerman. Sebuah monumen berkubah kecil – Francis Light Memorial– dibangun di halaman gereja pada tahun 1886, untuk memperingati 100 tahun berdirinya koloni Penang oleh Captain Francis Light.
Sepertinya, bangunan-bangunan yang ter-pertama & ter-tua itu banyak aja ya di Penang ini 😛
Next, setelah berbelok ke Jl.Masjid Kapitan Kling, gue masuk ke sebuah jalan kecil bernama Church Street. Tujuan utama dari perjalanan hari ini : Pinang Peranakan Mansion, di 29 Church Street. Di sepanjang Church Street ini, banyak rumah-rumah tua yang masih berfungsi sebagai tempat reparasi alat2 elektronik, toko kelontong, toko kertas & gudang, selain beberapa rumah tua kosong yang terabaikan. Matahari mulai naik di atas kepala. Gue terus berjalan sembari memeluk ransel (berisi kamera) di depan dada. Jalanannya cukup sepi… lumayan bikin parno, mengingat kawasan kota tua bukanlah distrik kota yang ramah; jambret-bermotor suka muncul disitu, apalagi di jalanan yang sepi. Plus, di Penang ini… kata Baim, yang berjalan-kaki di daerah kota-tua itu cuma turis (kelas backpacker).
OK, ini akan membuat gue, yang siang-siang jalan kaki di kawasan kota tua nan sepi, tampak seperti seseorang dengan kata “turis” tercetak di jidatnya 😛
Satu lorong gue lewati… sepi, nggak ada tanda-tanda kehadiran si mansion yang dalam foto di website-nya terlihat grandeur; hanya rumah tua & kumuh yang terlihat. Dua lorong… masih sepi. Bagus, sekarang gue jadi parno.
Masuk ke lorong ketiga… akhirnya, ketemu juga 😉
Untuk melihat-lihat isi rumah tua yang megah ini, silahkan membeli tiket seharga RM10 di pintu masuk. Bersama dengan sepasang turis Inggris paruh-baya (ibunya ramah & baiiiik banget; bapaknya berwajah riang selalu berseru “Beautiful !! Beautifuuul !!” setiap kali melihat ukiran2 indah di panel kayu) kami diantar oleh Mr.Hui (guide) berkeliling ke seisi rumah.
Kaum Peranakan (a.k.a Baba & Nyonya) adalah komunitas cina di Penang (Melaka & Singapura) yang tumbuh dengan mengadopsi beberapa kebudayaan melayu setempat & pengaruh Inggris kolonial. Alkulturasi budaya (budaya peranakan) yang unik ini memberi banyak pengaruh di lifestyle & adat-istiadat Penang, hingga masa kini; pengaruhnya terlihat pada gaya arsitektur bangunan, gaya pakaian (kebaya encim Nyonya & kasut manek ?), bahasa, sampai ke citarasa kuliner Penang (masakan Peranakan-Nyonya). Pinang Peranakan Mansion (a.k.a Hai Kee Chan or Sea Remembrance Store) adalah salah satu rumah tua dengan ornamen dekorasi gaya Peranakan, peninggalan dari masa dimana kebudayaan peranakan ini sedang tumbuh & berkembang di Penang.
Di penghujung abad-19, rumah ini dibangun untuk Kapitan Cina Chung Keng Kwee (taipan Hakka, pengusaha tambang-timah, pemimpin Chinese Society Hai San & pemimpin triad klan Hakka di masa itu), sebagai hadiah dari pemerintah kolonial Inggris atas prakarsanya memediasi Pangkor Treaty. Meskipun Chung Keng Kwee sendiri adalah keturunan klan Hakka asli dari daratan cina, dalam rumah tersebut (terutama di bagian courtyard) banyak ditemukan ornamen dekorasi khas Peranakan : pintu kayu besar cina dengan kuncian selot-kayu & papan nama rumah, panel-panel & mebel kayu berornamen ukiran cina yang dilapis lembaran emas, ubin (tiles) mosaik buatan Inggris, tiang-tiang berhiaskan lengkungan iron-work gaya Victorian dari MacFarlane – Glasgow, serta baluster tangga berhiaskan ornamen Fleur-de-Lis (lambang Perancis). Setelah sekian dekade ditinggalkan & rusak, mansion tua ini dibeli oleh seorang pengusaha (& pengkoleksi barang2 antik), direstorasi besar-besaran mendekati kondisi aslinya & dijadikan museum. Beberapa barang antik koleksi pengusaha tersebut juga dipamerkan disini, seperti perhiasan kuno peninggalan para Nyonya, chinese curtain hook, koleksi kebaya encim, baju kurung melayu & sepatu manik-manik (kasut manek) yang dipakai oleh para Nyonya di masa itu, perangkat makan kuno berupa keramik porselen cina, vas gelas Inggris bergaya Art Noveau, serta kamera antik ini…
Lebih banyak tentang sejarah Pinang Peranakan Mansion, bisa dibaca disini 😉
Pfhiuuuh, nggak kerasa lho waktu 2 jam gue habiskan didalam Pinang Peranakan Mansion. IYa aja nggak-kerasa, lha wong asyik berfoto-foto-ria 😉 Begitu keluar kembali ke Church Street, wualaaah… Penang udah bukan cerah lagi, tapi bermandikan terik matahari siang yang menyengattt ! 😛 Baru jalan kaki melewati 1 lorong, gue udah keringetan, basah sampai merembesi baju. Tapi ini tidak menyurutkan keinginan gw untuk terus jalan-jalan & foto2, hehee. Sempat menjepret bangunan bergaya art-deco (ternyata kantor perkumpulan cina) di tikungan Lebuh Penang & deretan kuil klenteng di Lebuh King, sebelum kemudian gue terengah-engah kehausan 😛 Hueee… cari tempat jualan minuman dulu deh.
Gue berjalan di sepanjang Jalan Mesjid Kapitan Kling, dan toko yang gue temukan hanyalah… money-changer, money changer & toko suvenir. Gilak, gak ada 7-Eleven ataupun Happy-Mart di sepanjang jalan ini. Lanjut gue belok kanan ke Lebuh Chulia, hadoh… baru 200m di ujung jalan sana ada plang 7-Eleven (plang-nya doang, tokonya gak keliatan 😛 ). Kalau begini sih, mendingan gue lanjut terus jalan ke Mesjid Kapitan Kling… setahu gue, di samping mesjid itu ada sebuah kedai nasi-kandar yang buka siang-siang begini. Pastinya disana jual segelas Limau Ais, lah… 😛
Pemandangan menara Masjid Kapitan Kling langsung menyambut begitu gue sampai dekat kedai. Tipikal suasana lingkungan masjid : Putih, adem, tentram 😉 Tapi, kok gue malah laper ya ? Hahaa, pantas saja… itu karena harum aroma kari & nasi panas yang menguar dari kedai nasi kandar 😛 Yang tadinya hanya mau beli Limau Ais, gue jadi tergoda untuk sekalian beli makan siang sebungkus nasi kandar disitu 😛 Nggak jadi dimakan ditempat, soalnya udaranya makin gerah bo’. Memang, cuacanya Penang memang seaneh ini, panasnya bikin meranggas. Lima menit kemudian, sebungkus nasi kandar & sekantung Limau Ais pun berpindah tangan (total = RM 3.6). Habis itu ? Foto-foto lagiiii 😀
Masjid Kapitan Kling merupakan salah satu mesjid tertua di Penang (mesjid tertua lainnya ada di Lebuh Armenian : Acheen Street Malay Mosque, yang dibangun oleh komunitas Arab di Penang). Para pedagang muslim yang pertama kali datang ke Penang berasal dari selatan India; komunitas pedagang India-muslim (mamak) ini kemudian tinggal menempati wilayah di sekitar Lebuh Chulia & Pitt Street (sekarang Jalan Mesjid kapitan Kling). Pada tahun 1800, di area ini gubernur Penang Sir George Leith memberikan lahan seluas 7ha untuk keperluan ibadah umat muslim setempat. Sementara komunitas pedagang muslim asal Arab duduk menempati wilayah sekitar Lebuh Armenian & membangun mesjid besarnya disana (Acheen Street Malay Mosque). Mesjid Kapitan Kling sendiri namanya merujuk kepada Caudeer Mohiddeen, seorang pemimpin (kapitan) dari komunitas India-muslim (mamak) di Penang saat itu.
Sepeninggal Caudeer Mohiddeen pada tahun 1834, lahan 7 hektar untuk mesjid ini menyusut karena dibeli lagi oleh pemerintah koloni Penang, untuk pembangunan fasilitas publik & lahan tempat tinggal komunitas masyarakat lainnya di Penang. Pembangunan diatas lahan masjid ini akhirnya menyisakan hanya setengah dari luas asli tanahnya, yaitu di tempat berdirinya mesjid Kapitan Kling ini.Mesjid inipun sudah mengalami berkali-kali renovasi, tidak pernah dibangun ulang tetapi hanya diperluas. Renovasi terakhir dilakukan pada tahun 2003 untuk memperbaiki sistem saluran airnya yang rusak parah (& mempengaruhi kondisi bangunan mesjid). Setahun setelah renovasi, mesjid Kapitan Kling kembali dibuka untuk umat muslim beribadah.
Kalau anda menengadah ke atas menara adzan mesjid ini, akan tampak selembar bendera Pakistan (putih-hijau tua dengan bulan sabit & bintang bersudut lima warna putih) berkibar-kibar terpasang disitu pada sebuah tongkat kayu miring. Yup, secara informal, mesjid ini memang menjadi tempat berkumpulnya komunitas warga Pakistan di Penang untuk menunaikan ibadah & beberapa rutinitas kegiatan keagamaan.
Huaaaaah, benar-benar perjalanan yang melelahkan sekaligus sangat-sangat-menyenangkan 😀 Usai menunaikan dzuhur di masjid Kapitan Kling, gue pun kembali ke hotel, bebersih lalu melahap makan siang & Limau Ais yang tadi dibeli. Badan udah wangi, perut perut kenyang, enaknya nih menghabiskan sepanjang sisa sore dengan… berleyeh-leyeh di sofa sambil menikmati indahnya pemandangan kota Penang & tepi lautnya, dari jendela kamar hotel 😉
Kalau dirangkum, acara gue berjalan-kaki di kota-tua ini baru menempuh sebagian kecil area kota-tua saja. Berikut (sedikit) rute yang sudah dilalui (ditandai dengan bulatan warna merah):
Pertamanya sih gue excited, berencana 3 hari “menaklukkan” kota-tua. Hahaaa, sotoy aja. Ternyata pas di jalan, matahari baru diatas kepala aja udah bikin gue teler… masih bagus gue nggak sampai ngesot di jalan 😛 Pelajaran yang bisa diambil : Dibutuhkan sebuah mobil (atau motor ?) dan stamina setara kuli-pelabuhan untuk bisa menyusuri/”menaklukkan” seluruh jalanan kota tua dalam 3 hari. Yang mana, baik stamina & kendaraan pun gw gak punya 😛
Next : sudah gue agendakan untuk menyusuri Esplanade & Lebuh Pantai (Beach Street) ! Tapi masih mencari waktu yang pas 😀 Ada yang mau ikut ?? 😛
2 Comments
Azleena
Saya yang anak jati Penang (born, raised, study and work in penang) ini pun belum pernah pergi menyusuri seorang diri sejauh itu. But pernah sekali, dari Jetty Penang itu bawa kawan (from KL) berjalan ke KOMTAR…. sgt jauh tu! Sebenarnya masa itu tak tau begitu jauh, masa itu masih belum expert jalan-jalan di georgetown. Skrang boleh laa sikit.. cumanya… xsanggup jalan deh… pakai mobil aja… Hahahhaa… So i salute u 😛
Aini
i’m flattered; thank u, Azleena… 😀 krn tak boleh guna kereta/motorbike (nggak punya driving license juga), jd sy jalan kaki saja-lah, hehee. From jettyPenang to Komtar ? sgt jauh, tu ! looks like i saja tak kan kuat jalan sejauh itu 😛