beratur2… Again, another culinary-trip to kedai Nasi-Kandar 😀 Hahaaa, inilah yang orang jawa biasa sebut “Kapok-Lombok” : ngakunya kapok, tapi lain waktu malah kumat & ngulang lagi (layaknya setelah makan lombok/cabe, pedesnya bikin nangis & kapok, tapi begitu reda malah pengen makan lagi 😉 ). Padahal yaaa, baru Minggu malam kemarin perut keaduk-aduk sepulangnya dari Nasi Kandar Line-Clear. Tapi Selasa malamnya udah terbayang-bayang lagi akan kelezatan nasi kandar lain yang nggak kalah “legendaris”nya : Nasi Kandar Beratur.

Lho, kok “Beratur” ?

Foto berikut ini akan menjelaskannya :

ngantriberatur
Hahaa... alhamdulillah antriannya belum panjang

Beratur” means “queuing” or “ngantri“, bo’ 😛 Kedai nasi kandar ini buka mulai jam 10 malam (10 p.m) sampai jam 6 pagi (6 a.m). Dari beberapa blog yang me-review kedai nasi kandar ini, katanya begitu buka… wuih, langsung orang pada ngantri buat beli. Gue udah pernah lihat foto antrian puanjaaang dari pembeli yang mo beli nasi kandar “Beratur” ini 😛 Men, gue bersyukur banget antrian parah tersebut gak terjadi saat jam 10.30 kami tiba disana. Sampai bela-belain untuk ngantri gitu… mungkin karena saking enaknya kali ya 😀

Baim mungkin sebel saat sepanjang perjalanan, gue meributkan tentang jalan-mana-yang-harusnya-kita-lewati-karena-ini-sudah-larut-malam-dan-kita-sedang-berjalan-di-jalanan-yang-sepi-pula. Bukannya apa-apa, tapi gw pernah ada pengalaman nggak enak saat berjalan malam-malam di daerah yang nggak-ramah untuk pejalan kaki. Jadilah sepanjang perjalanan, gue merapat ke Baim sambil mencengkram (bukan menggandeng) lengannya. Jam 10 malam itu, Lebuh Farquhar masih dilalui oleh beberapa mobil; tetapi begitu masuk ke belokan Jalan Masjid Kapitan Kling… wuih, remang-remang & sepiii ! Hanya ada satu mobil yang lewat & beberapa bus RapidPenang yang gelap (mungkin, mau balik ke bus-pool). Mana sepanjang jalan ini penuh bangunan tua pula; siangnya sih tampak indah, tapi di malam hari… looks scary & grim, huhuuw. Cocok sebagai tempat untuk acara “Uji-Nyali”. Yang sayup-sayup terdengar hanya suara gonggongan anjing di kejauhan, suara tape-radio dari sebuah kedai roti canai dekat kuil cina (yang mana kuilnya tampak syereeeem banget dalam kegelapan malam) & gemerisik suara TV dari sebuah pos jaga gedung di pinggir jalan. Sisanya hanya gelap & senyap. Aroma malam mulai keluar & mengendap. Di sebuah halte samping St. George’s Church, seorang wanita homeless tertidur di bangku halte, sambil mendekap buntalan kantung plastiknya di dada. Wajah malam yang sangat berbeda dengan riuhnya kehidupan siang.

Gue terus “nempel” ke Baim sampai akhirnya tiba di depan kedai Nasi kandar Beratur. Wahaaa, untung antriannya belum panjang; jadi langsung ngantri deh… sambil sesekali celingukan melihat jenis lauk yang dipajang di rak makanan…

beratur1

Nggak kelihatan jelas ya, jenis lauk-pauknya ? Mari, mari… kita mendekat :

beratur22

Masih nggak jelas terlihat juga ? Ayo, mendekat lagi kesini :

beratur3

Sekarang kelihatan kan ? 😀

Ada ayam goreng, ayam madu, sotong kari, telur ikan, daging kari, telur, kari ikan… Aaah, lezatnya. Mantap betulll… 😀 (slurrrrpsambilngelapiler 😛 )

Saat ngantri, sekarang gue tahu kenapa ngantrinya jadi lama : soalnya si peracik-nasikandar ini nggak hanya melayani mereka yang berdiri ngantri nasi kandar, tetapi juga harus meracik pesanan nasikandar dari para pembeli yang duduk di kedai (alias nggak ikut ngantri, tapi duduk trus mesen). Jadi yah diselak-selak juga pesanannya 😛 Hah.

Ada sekitar 15 menit, Baim & gue ngantri sampai tiba giliran kami memesan nasikandar. Kita tinggal menyebutkan nasinya mau berapa banyak (bisa munjung-satu-porsi atau setengah-porsi), lauknya mau apa aja, trus kuahcampur-nya mau banjirrrr atau nggak (Hmmm, i looove kuah-campur yang banjirrrr). Dengan cekatan si peracik akan menyiapkan pesanan nasi kandar kita. Baim, yang udah makan sebelumnya di gala dinner peserta training, hanya memesan satu lauk (ayam madu), sementara gue lagi pengen “ngamuk” dikit, memesan kari daging & bendi (a.k.a Okra/lady’s finger, masih satu famili dengan terong & tomat). Gue penasaran sama rasanya bendi ini… (belum pernah makan, soalnya 😛 ). Untuk minum, cukup segelas Limau Ais & air suam ajah… 😛

beratur4

Dan… inilah nasikandar “late-supper” kami :

nasibaim

… rupanya malam itu perutnya Baim lagi nggak kuat untuk “dibombardir” 😛

nasiaini

Hehe, porsi nasi gue ini nggak gede sih… dan jenis lauknya nggak banyak2 amat, tapiiiii gue suka banget makan nasi kandar dengan kuah mbanjirrrrrr 😀

Dibandingkan dengan nasi kandar line-clear, kok ya lidah gue lebih cucok ya sama nasi kandar “beratur” ini ? Harum aroma kapulaga & kari di nasinya sih biasa aja. Tapi… Pedas & gurih lauknya tu pas, serta lebih spicy. Hehee, tapi memang begitulah nasi kandar… beda tangan yang memasaknya & beda pula citarasanya. Toh selera tiap-tiap lidah penikmat nasi kandar juga beda-beda kan 😉 But, berhubung gue hanya mengenal dua rasa (enak dan sangat-enak), jadinya yah lidah gue monggo-monggo saja dengan sajian kedua kedai nasi kandar tersebut 😀

Jam 11 lewat, kami selesai menggasak nasi kandar & pulang ke hotel dengan perut kenyang & hati senang. Cuma yah, tetap harus melewati jalan yang remang-remang itu, huhuhuuuw… buruan yuk ah jalannya !? 😛