Gue suka naik kendaraan umum. Dengan catatan : murah-aman-nyaman. Jadi yang masuk di kategori ini adalah taksi, bus TransJakarta, bus patas AC serta kawan-kawannya yang masih “bearable” (seperti kopaja 615 & Metromini 610). Oh ya, juga termasuk beberapa kereta seperti MRT, ERL & KTM, hihihihihi. Mungkin rasa “suka” ini bermula dari kebiasaan naik-turun bus semasa SMU dulu, yang kemudian dipupuk oleh pahit-masamnya rasa “pasrah” & “nrimo” karena di JKT tidak ada pilihan kendaraan umum lainnya yang cukup “decent” untuk dinaiki. Selain itu, gue nggak bisa nyetir mobil. Gue nggak bisa nyetir karena belum “pulih” dari sebuah kejadian. Mungkin, suatu saat, gue akan bisa nyetir mobil. Tapi untuk sekarang, gue masih lebih memilih naik kendaraan umum, hehe.

Jaman SMU, setiap pulang sekolah gue naik bus patas AC 32, 11 atau 16 . Jaman kuliah, kadang naik bus dari Bogor ke Jakarta . Begitu kerja, jadi langganan tetapnya Kopaja 615, metromini 610 dan penggemar beratnya busway TransJakarta. Kalo sedang teler nungguin bus/kopaja dan punya duit agak banyakan, baru deh naik taksi. Cuma satu yang sampe sekarang gue gak bisa naik : KRL ekonomi Jabodetabek. Nggak deh, makasih. Kalo KRL Pakuan masih mending. Tapi itu juga baru sekali gue tumpangi.

Waktu pertama kali diajarin naik bus sama bokap, gue di-briefing dengan segala jenis wejangan. Salah satu yang masih gue ingat adalah : JANGAN KETIDURAN DIDALAM BUS . It’s strictly forbidden. Bener juga sih, ntar kalo ketiduran trus dibawa kabur, gimana ??? Kacau.

OK, gue coba buat nurutin itu. Turns out, begitu mulai gape naik-turun bus, gue menemukan bahwa wejangan bokap yang satu ituh (JANGAN KETIDURAN DIDALAM BUS) susah banget untuk dijalankan. Karena…

…gue gampang banget ketiduran di dalam bus.

Serius.

Katakan gue kebluk, kebo’, pelor (nempel-langsung-molor)… apapun-lah. Gue emang seperti itu, hehehe. Gak tau gimana, baru beberapa saat duduk dalam kendaraan umum lalu tubuh ini terguncang-guncang didalamnya (mungkin guncangan dalam bus itu ibaratnya kayak bayi diayun-ayun sebelum tidur kali yah), gue langsung ngantuk. Trus pulas deh, ketiduran. Apalagi kalau badan lagi capek, penat & busnya ber-AC dingin-dingin sejuk yang bikin otak langsung HIBERNATE MODE : ON… Udah, sukseslah gue tepar didalam bus. Jangankan bus ber-AC, gue pernah naik bus patas biasa yang kayak kaleng-rombeng-berasap-hitam itu & duduk di dekat jendela; saat angin sepoi-sepoi (bercampur asap knalpot) yang masuk dari jendela mengusap wajah, gue langsung ketiduran !

Jenis &  bentuk jok kursi bus pun ternyata gak ngaruh terhadap berkurangnya kebiasaan gue ketiduran-pas-naik-bus ini; in fact, hanya berpengaruh pada derajat keteleran gue & nyenyaknya gue tidur. Baik saat duduk di jok bus TransJakarta yang empuk maupun kursi plastik kopaja yang bentuknya menyedihkan itu, tetap aja gue bisa ketiduran. Pulas, pula. Parah banget-lah gue kalo soal ketiduran di dalam bus ini. Satu-satunya yang bikin gue gak tidur di bus adalah kalau berdiri saat naik didalam bus. Tapi ini opsi terakhir yang gue pilih, karena gue MALES BANGET kalo udah bayar ongkos bus trus cuma berdiri, nggak dapet tempat duduk. Ya udah, kebiasaan teler-pas-naik-bus ini terlestarikan dengan baik, sampai sekarang…

Gak jarang saat gue ketiduran didalam bus, gue terlewat dari halte tujuan dimana gue harus turun. Paling parah, gue kebawa sampe terminal perhentian terakhir bus yang gue naiki. Jaman SMU dulu, dimana gue sering pulang sekolah sore-sore naik bus dengan badan capek setelah seharian beraktivitas di sekolah, sering gue ketiduran dalam bus, lalu keterusan sampai ke terminal Blok M. Biasanya sih pas melek mata, eh yang kelihatan bukannya gedung BRI atau Atmajaya, tapi malah kantor PLN atau Blok M Plaza. Pernah sekali gue ketiduran dalam bus, bangun-bangun ternyata udah di Terminal Lebak Bulus; gue dibangunin sama ibu-ibu yang duduk di sebelah gue. Tapi anehnya, hanya sekali itu aja gue dibangunin orang pas ketiduran didalam bus. Alhamdulillah, juga mendapati bahwa diri & barang-barang gue masih utuh, lengkap 😛 Kalo udah nyasar keterusan sampe di terminal, biasanya gue akan pasang muka lempeng & diam di bus, mengikuti rute balik si bus yang akan menuju halte tujuan gue lagi, tapi dari arah berbeda. Trus, turun deh di halte tujuan gue 😛

Seringnya kalo gue ketiduran dalam bus lalu apes keterusan, gue terbangun oleh suara kenek yang maha-kencang (gue curiga, jangan-jangan profesi kenek mengharuskan para kenek menelan toA kali ya), meneriakkan entah “BLOK M, BLOK M, BLOK M…!!!!” atau “BULUS, BULUS, BULUS… !!!”. Kalo lagi gak apes, biasanya pas kenek berteriak “Setiabudi… SETIABUDI…!!!” , “KARET, KARET !!!” atau “BENHIL…BENHIL, ATMAJAYA !!!”, gue udah kebangun; ini berarti gue akan turun di halte tujuan gue, nggak keterusan. Alhamdulillah, sampai saat ini (dan semoga jangan pernah !!!) gue gak pernah dibangunkan oleh suara kenek yang berseru “KALI DERES, KALI DERES !!!”“, RAWAMANGUN, RAWAMANGUN….!!!” atau “PULOGADUNG, PULOGADUNG…!!!!”

Waktu gue nyasar keterusan sampai ke Blok M & Lebak Bulus, gue bisa baru sampe di rumah sekitar jam 20.00 atau 20.30. Iyah, lama karena terjebak macet bersama mobil-mobil yang keluar dari kantor. Tau sendiri gimana jijaynya macet di Jakarta pas jam-jam orang pulang kerja. Kalo udah kitu, sesampainya di rumah, biasanya gue akan disambut oleh nyokap atau bokap (atau kedua-duanya), yang memasang tampang panik & bertanya : “Dari mana aja ?

Kok malem banget ?

Kamu habis darimana tadi ?”.

Soon, wajah bokap-nyokap gue bakalan berubah dari PANIK-AJAH menjadi SUPER-MEGA-PANIK  manakala mendengar jawaban gue : “Aku nyasar, tadi ketiduran trus keterusan sampe ke Lebak Bulus, Bu…”

atau

“Tadi ketiduran, trus keterusan sampe Blok M, Yah… trus balik lagi deh, lewat Benhil”

Sudah bisa ditebak, yang gue dapatkan berikutnya adalah EKSTRA wejangan selama gue melahap makan malam gue, dimana bokap-nyokap menuturkan kalo Jakarta itu gak aman; ketiduran di bus itu adalah sama bodohnya dengan menantang pegulat sumo buat bersumo; kalau di bus itu banyak pencoleng-nya; belum lagi kalau MISALNYA gue ketiduran dan dibawa kabur….hiiiiyh, AMIT-AMIT !!!!

Benar siy semua yang bokap-nyokap gue bilang ituh. Tapi yah mau gimana, setiap pulang sekolah gue selalu menaiki bus dengan badan teler kecapekan setelah seharian beraktivitas di sekolah… susah banget bagi gue untuk nggak ketiduran sesudahnya. Boro-boro pake otak buat mikirin betapa tidak amannya ketiduran di dalam bus, lha wong baru terguncang-guncang sedikit pas duduk aja otaknya langsung HIBERNATE MODE : ON & pulas tertidur. Nyari teman untuk pulang bareng-bareng naik bus ? Ide bagus sih, ini gue terapkan di kemudian hari saat pulang ke Jakarta dari Bogor… karena ada teman ngobrol disepanjang perjalanan, gue jadi gak ketiduran. Tapi jaman gue SMU dimana gue adalah SATU-SATUNYA MURID YANG NGGAK PULANG ke wilayah Bekasi, Duren Sawit, Rawamangun, Kelapa Gading, Kali Malang & Pondok Kopi, wah… susah banget tuh nyari teman pulang-bareng yang searah. Gue inget temen SMU gue yang bernama Mario, dialah satu-satunya anak yang arah pulangnya ke selatan Jakarta; kadang-kadang gue & dia pulang sekolah barengan naik bus Patas AC-16, tapi itupun jarang… hanya di saat-saat dimana Mario nggak dijemput pulang oleh supirnya.

Sekali waktu, gue mencegah ketiduran ini dengan membawa buku bacaan novel dalam tas; ngefek sih… palingan gue jadi sedikit pusing karena membaca dalam kendaraan bergerak membuat mata & sinusoid gue sakit. Tapiiiii….ini hanya gue jalankan saat jaman kuliah & setelah kerja; pas jaman SMU, cara ini gak ampuh karena akhirnya novel yang gue bawa keburu diambil oleh guru waktu razia isi tas di sekolah; gak sempat gue sembunyikan dibalik rok atau kemeja seragam gue. Get real, siapa juga yang setelah seharian diperas otaknya di sekolah, masih mau membaca buku catatan atau buku teks-pelajaran selama satu jam perjalanan pulang dalam bus ??? BETE !!!

Lain waktu, gue mencoba naik bus sambil mendengarkan musik dari walkman supaya nggak ketiduran; turns out ternyata nggak ngefek karena mendengarkan musik malah MEMPERCEPAT gue untuk pulas ketiduran didalam bus (selain sebenarnya dobel-nekat karena bisa aja penampakan-walkman ini mengundang pencoleng kalau mereka lihat gue bawa-bawa walkman SONY yang jaman segitu udah terbilang canggih dan bekasannya pun masih laku dijual dengan harga bagus). Akhirnya gue gak pernah bawa walkman atau discman lagi untuk mendengarkan musik sembari naik bus; sampe kemudian gue punya MP3 player yg cukup kecil untuk dipakai & disembunyikan dibalik jilbab gue.

Saat gue kerja di Cilandak, kalau memang harus pulang diatas jam 6 sore, gue gak akan naik bus; memilih naik taksi aja daripada naik Kopaja remang-remang yang mengerikan itu. Taksinya juga milih-milih, bukan taksi yang gak jelas logonya apa. Sekali waktu, setelah gue menutup pintu taksi & bilang ke sopirnya “Ke Bendungan Hilir ya, Pak”, gue langsung pulas tertidur. Aseli, pulas… sampai kemudian gue bangun oleh suara orang berseru-seru panik, suara itu rasanya kayak dateng dari kejauhan,

“Mbak…??? MBAK…??? Bangun, Mbak…!!! MBAK ???”.

Pas gue melek, diluar sana tampak pagar & plang nama RSAL Bendungan Hilir. Motor-motor & bemo berseliweran di jalan. Mata gue kriyep-kriyep, menyesuaikan diri dengan cahaya dari lampu dalam mobil. Dalam cahaya temaram, gue lihat muka si bapak sopir panik & pucat. Gue bangun, mengumpulkan nyawa sementara Si bapak sopir taksinya terus merepet (atau kayaknya lebih tepat curhat) sambil ngelus-ngelus dada, “Haduuuuh… saya kira mbak kenapa-kenapa, kok nggak bangun-bangun pas saya tanya kita belok ke arah mana ??? Saya udah takut aja, mbak !! Soalnya temen saya pernah bawa penumpang cewek malam-malam, trus pas dipanggil-panggil, kok gak ngejawab… Ternyata penumpangnya pingsan di mobil ! Temen saya bawa aja ke rumah sakit, terus baru ketauan kalau cewek itu OD !! Saya beneran takut mbak, tadi mbak-nya nggak bangun-bangun pas saya panggil berkali-kali…”

Hihihi, gue jadi gak enak sama si bapak sopir ini. Setelah meyakinkan kalau gue nggak kenapa-kenapa & taksinya sudah dekat dengan tikungan menuju rumah gue, akhirnya sampai juga gue di rumah. Demi membayar kepanikan si bapak sopir, gue lebihkan uang bayaran taksinya. Saat gue membuka pintu taksi, si bapak sopir itu berkata, “Lain kali jangan ketiduran dalam taksi ya, mbak !? Masih untung mbak dapat sopir taksi kayak saya, diluar sana banyak sopir taksi nggak resmi yang nggak beres !!” Kemudian si sopir taksi itu mengulurkan secarik kartu ke gue, “Oia, ini kartu nama saya mbak, kalau mbak butuh taksi ke bandara atau temannya mbak ada butuh untuk nganter kemana-mana, hubungi saya aja ya mbak ???”

Gue pengin ketawa saat membaca kartunama tersebut; dalam hati gue membatin : dasar si bapak, sempet-sempetnya promosi-diri…tapi yah namanya orang cari duit, asalkan halal yah wajar.  Alih-alih, gue hanya tersenyum & melambaikan kartunama tersebut, lalu bilang, “Iya deh, Makasih banyak ya Pak…!?”

Setelah berbagai cara yang gue lakukan untuk mencegah gue tertidur dalam bus (dan menemukan jumlah kegagalan gue nyaris sebanyak jumlah usaha gue), akhirnya gue pasrah aja & mengambil langkah preventif seperti mengusahakan tidak pulang terlalu malam kalau hendak naik bus, menyimpan barang2 berharga gue di saku bagian dalam tas agar tidak mengundang pencoleng, pulang naik bus bersama teman sekantor (kalau kebetulan ada yang ikut searah), atau lately, kalau terlanjur ketiduran & nyaras keterusan, gue memilih untuk TIDAK memberitahu bokap-nyokap, daripada kemudian beliau panik, hehehe.

Waktu pindah untuk tinggal disini, gue langsung JATUH CINTA sama bus RapidPenang. Soalnya, bersih-nyaman-aman-sejuk-dan-tiketnya-murah 😀 lebih bersih-murah-dan-nyaman daripada bus TransJakarta, pelayanannya juga bagus. Dengan sukarela gue ketiduran saat menumpang dalam bus nyaman ini, hehehe. Cuma satu hal mengalahkan RapidPenang telak atas bus TransJakarta, dan gak jarang bikin gue sebel sama nih bus : bus rapidPenang ini armadanya sedikiiiit. Jadi setelah 15-30 menit menunggu di halte bus (bahkan bisa sampai 45 menit !!!), bisa aja tuh hanya ada SATU bus RapidPenang yang berhenti di halte & menarik penumpang. Armada bus ini memang baru diluncurkan tahun 2007 kemarin, so jumlahnya masih sedikit karena masih berusaha menarik animo orang-orang Penang yang lebih suka punya mobil sendiri & kemana-mana naik mobil, ketimbang naik kendaraan umum; hal ini salahsatunya dipicu oleh murahnya cicilan beli mobil di sini.

Kembali ke topik kebiasaan-tidur-dalam-bus; kebiasan tersebut nggak mengurangi frekuensi gue naik kendaraan umum. Bahkan sekarang merambah saat gue menumpang kereta di KL kemarin. Beberapa hari yg lalu, gue membaca tulisan mbak Methasari (salah satu contact MP gue) tentang transportasi publik kereta di Perth-Australia. Saat melihat foto-fotonya, gue langsung teringat akan MRT di S’pore & KTM, ERL & Monorail milik Malaysia. Di artikelnya, gue mengomentari kenyamanan transportasi publik tersebut, yang mana memang menjadi haknya pengguna/penumpang & bikin betah saat keliling-keliling kota. Mbak Methasari berkomentar “He’eh mba saking betahnya sampe ketiduran, parah kalau dah gini hehehe”. Speaking of which, gue bilang kalau gue juga sering banget ketiduran saat menumpang kendaraan umum; gak usah yang nyaman deh, dalam bus kota JKT aja gue masih bisa ketiduran & itu bahaya aja, hehehe. Diluar dugaan, mbak Methasari bilang “Waddduhh kelebihan yg mba miliki perlu disyukuri tuh…wong msh bisa enjoy menikmati hidup dgn tidur diantara kebisingan suara..”

Hmmm… gue gak pernah terpikirkan akan hal itu, seperti yang mbak Methasari bilang. Selama ini gue nyaris selalu ketiduran dalam kendaraan umum, lagi dan lagi; itu selalu dicap oleh reaksi orang2 sekeliling gue yang mengatakan bahwa hal tersebut  berbahaya, nekat & ceroboh. Ada benarnya juga sih; but it’s beyond my control, kalo udah ngantuk trus ketiduran. Gue gak pernah terpikir bahwa mungkin, jauuuuh didasar otak gue, gue memilih untuk menikmati suasana sekitar & bobo pulas, instead of meruntukki & memaki dalam hati segala kebisingan, kemacetan & keriuhan kota dibalik pintu bus sana.

Gue bukannya memilih untuk menjadi bodoh, ceroboh ataupun nekad. Memang, kebiasaan jatuh-tertidur dalam kendaraan umum ini bisa aja berbahaya; AMIT-AMIT, gue juga nggak pernah pengen itu terjadi, lah. Tapi mungkin… ini adalah “berkah” tersembunyi, dimana gue masih bisa menikmati hidup dengan tidur ditengah kebisingan kota yang riuhnya begitu mudah mengundang diri untuk memaki & meruntuk…

Yah, siapa tahu ? ;-P