Harus diakui, tinggal di negara bulay begini salah satu tantangannya adalah: nyari makanan halal. Note that gue bilangnya “tantangan”, bukan kendala karena yah memang menantang. Kalo menantang kan bukan berarti selalu susah 😉

Bekal pertama dan utama untuk bertahan bisa milih produk makanan halal disini adalah: pahami istilah setempat untuk produk-produk olahan daging babi & turunannya. Hehe, ya biar nggak salah pilih produk aja. Biasanya produk yang punya judul bertuliskan skinke (ham) atau svine (swine) udah pasti kudu dihindari. Bacon pun disini most likely pake daging babi. Leverpostei alias liver paste udah pasti pake hati babi (ini gue baca dari list ingredientsnya). Kalau di list bahannya ada tulisan smult, udah pasti itu pake lemak babi a.k.a lard. Oia, sebenarnya kami sekeluarga juga sebisa mungkin nggak makan produk daging olahan macam salami, pastrami, prosciutto, sosis, corned beef, nugget dan sebangsanya… kecuali kalau memang sudah halal certified. Tapi mau makan produk daging olahan yang halal certified pun sempet ngeri karena Maret lalu ada berita ditemukan daging babi terkandung dalam sejumlah produk olahan daging halal di Norway. Denger kabar dari sesama pelajar Indunisi di kota sebelah, banyak juga yang kecolongan makan saat ngejajan kebab disana. Karenanya tiap ngidam makan daging sapi-kambing-ayam, kami masak sendiri from scratch pake daging halal bekuan. Carinya gampaaangg, ke toko yang jual makanan halal aja macam Alanya. Disana segala daging ayam-sapi-kambing beku yang halal ada, daging giling halal ada, produk olahan macam kornet & sosis halal pun ada (import dari UK). Plus harganya sama seperti produk daging yang dijual di supermarket. Oh iya, satu-satunya supermarket di Tromsø yang jual daging ayam beku halal & minced beef halal adalah Rema1000; harganya sama kayak di Alanya. Selama masih bisa beli daging halal, ya kami usahakan makan daging halal. Kalo sampe nggak nemu daging halal juga? Masak aja telur, ikan segar, cumi, kerang & udang. Halal juga, sehat & jauh lebih murah secara produk seafood di Tromsø ini melimpah-ruah. Kalo kata bokap: nggak bakal mati kok kalo nggak makan daging sapi 😆 Trus sayuran & buah-buahan? Makan tu sayur buah banyak-banyak… Halal kok, sehat pula. Kecuali kalo makan sayurnya pake lauk steak babi & garnishnya bacon yah.

Pemilihan produk makanan halal nggak mentok di pilih-pilih jenis daging aja, tetapi juga ke produk makanan lain seperti dairy products, kue & roti. Untuk dairy products seperti keju, yogurt & eskrim, gue selalu pilih yang tidak pakai løpe (rennet yang dibuat dari enzim yang berasal dari babi) & tidak pakai gelatin (most likely gelatinnya dari tulang babi, kecuali kalo dia bilang gelatinnya bovine/storfe). Untuk keju nggak mungkin nggak pakai rennet kan ya? Jadi cari yang rennetnya pakai mikrobiell løpe (rennet mikrobial). Pilih juga yang tidak mengandung mysepulver (whey powder), untuk dairy products maupun untuk baked goods. Cek juga emulgatornya, pastikan menggunakan emulsifier dari tumbuhan seperti soy lecithin.

Beberapa situs seperti halal guide ini juga menyediakan list direktori produk makanan halal & non halal. Sangat membantu buat kroscek makanannya halal apa nggak. Tapi sejujurnya sih gue nggak hapal kode-kode emulsifier yang E-sekian-tiga-angka karena ribet aja buat diingat, apalagi untuk dicek saban belanja ke supermarket. Jalan tengahnya: kami sekeluarga memilih untuk go for fresh food. Means, kami meminimalisir konsumsi produk makanan olahan seperti pizza, snack permen, cookies & pudding. Kami juga jarang jajan-jajan makanan pinggir jalan disini. Pernah sih ngiler lihat donut manis bersalut gula tepung di bazaar… Kayak donut kampung gitu. Tapi begitu tahu gorengnya pake lard langsung ilfeel. Untungnya gue & Baim nggak terlalu suka makan cemilan yang manis-manis. Makan coklat pun kami selalu pilih dark chocolate yang pakai emulsifier lesitin kedelai. Makan eskrim, pilih yang nggak pakai gelatin & mysepulver. Nggak pernah ngiler kepengenan, gitu? Ya pernah laaaah… Tinggal cek aja ingredient listnya sebelum dibeli. Atau, kami pilih produk vegetarian sekalian. Terutama buat roti nih, alhamdulillah produk roti keluaran Coop & Rema1000 udah suitable for vegan semua, begitupula merk roti Pågen di ICA. Nggak nemu juga yang vegetarian? Bikin sendiri, kreatip dong ah! 😆 Kalau Alma pengen cookies, muffin atau cupcake, tinggal ngadon & panggang aja sambil ngajak Alma baking. Begitupula pas kemaren bikin birthday cake buat Alma. Pengen pizza, panggang sendiri & toppingnya bisa dibanyakin pula. Pengen frozen yogurt atau gelato tinggal blender-aduk-bekukan.

Bagaimana kalau makan di restoran atau di rumah teman? Teman2nya Baim yang orang lokal sih pada tahu kalo kami nggak makan produk babi, lard & nggak mengkonsumsi alkohol. Kami jelaskan juga kalau makanan halal itu mirip kosher food tetapi aturannya lebih luwes, seperti masih bisa makan daging sapi tanpa dikeluarkan semua darah dalam ototnya menggunakan kosher salt, plus kami masih bisa makan udang, kepiting, kerang & most importantly: lasagna, hahahaa (dalam aturan kosher kan nggak boleh makan shellfish & daging yang dicampur dairy products seperti keju & krim masak). Surprisingly, mereka yang orang lokal jauh lebih bisa memaklumi daripada kebanyakan teman sesama negara asal kami yang, ehm, agak defensif cenderung ofensif 😛 Mau cerita sedikit waktu diundang makan oleh kenalan sesama wong Indunisi, gue dengan santai langsung bilang “OK, kami datang!“. Diundang makan masakan Indonesia gituloh, siapa yang nolak? Eh si mbaknya malah lanjut ngecopres, “Tenang…gue nggak bakal masak babi kok, gue juga nggak pernah masak babi buat suami. Ih geli gue kalau masak babi! Gini-gini gue masih lebaran kok!”. Iya mbak, santai ajuah. Semoga mbaknya maksudnya becanda doang ya, bukan mendadak-curcol atopun nyindir, hehe. Kalau diundang makan ke resto, kami pilih menu seafood, salad & sukur-sukur kalo ada menu vegetarian. Tapi untungnya jarang juga sih makan di restoran… Bukan karena concern akan kehalalan, tapi makan di resto sini itu MUAHAL BANGET! Yang mau ngundang makan pun mikir-mikir dulu kok saking mahalnya, hihii. Makanya gue ngakak pas ada yang ngeluh makan Fish n' Chips resto disini harga seporsinya €20. Padahal udah disaranin kalo pas travelling kesini kefefet cari makanan halal mah makan makanan instan aja. Tapi yah duit-duit dia ini.

Dengan semakin menyebarnya umat Islam ke seluruh penjuru bumi, bisa dibilang makanan halal udah mulai jadi semacam permintaan pasar yang mulai dipenuhi oleh produsen & juga memberikan nilai tambah pada produk makanan (meski belum sepopuler makanan vegetarian sih). Memilih mengkonsumsi makanan halal tidak menjadi batasan, melainkan sebuah keuntungan karena somehow jadi mengajak diri sendiri untuk sadar & belajar dulu sebelum memilih makanan. Bagi kami pribadi, makanan halal nggak sekedar dicapai dengan nggak makan babi/nggak minum alkohol/yang penting baca bismillah sebelum makan-minum… lebih dari sekedar itu. Memilih untuk mengkonsumsi makanan halal adalah ketaatan dan kesadaran untuk berusaha memasukkan bahan-bahan makanan yang baik ke tubuh, sesuai guidelines yang Allah s.w.t tetapkan, agar tubuh sehat. Makanya kan dibilangnya halalaan thayyiban, dan dibilangnya makan secukupnya jangan berlebih-lebihan.

Just my two cents, kalo ada yang punya pemikiran berbeda yah let's agree to disagree, hehe.