…sejak kapan trend memajang Pre-Wedding Photos(a.k.a foto Pre-Wed) dimulai?? Gue gak tahu kapan pastinya. Yang pasti, keliatannya keren aja memajang foto-foto bertema unik yang diolah penuh nilai artistik layaknya karya seni, menjadi bagian dari dekorasi & konsep pesta pernikahan. Itu yang gue pikirkan, sebelum menyiapkan pernikahan gue. Dan saat itu, gue pengeeeeen bgt memajang foto pre-wed gue & Baim di resepsi pernikahan gue nantinya.

Gue suka banget mengamati foto-foto pre-wed yang artistik & punya tema kuat. Entah itu di nikahan temen gue, nikahan sodara, atau nikahan orang lain. Ngiri ajah, kok bisa siy difoto sekeren itu. Dan…jiwa narsis & jiwa-mantan-model (yeah right) gue berteriak membahana berseru-seru kalau gue pengeeeen banget difoto kayak gitu OK, OK… gue  tahu kalau pengambilan foto pre-wed memang dilakukan sebelum pernikahan & gak gue pungkiri kalau banyak model pasangan dalam foto tersebut berpose “terlalu-rapat”. Albeit masa jahiliyah yang pernah gue jalani, untuk difoto sebelum nikah dengan berpose “terlalu-rapat”, yah kala itu sih Baim & gue jengah aja (lagipula, gimana mau foto bareng, lha wong gue di Jakarta & Baim di Penang ???). Lagipula menurut gue pose “pose mesra-mesraan” nggak jadi jaminan  akan bagusnya sebuah foto pre-wed. Banyak pula foto pre-wed yang tidak memasang pose “dempet-dempetan” , tapi bisa tampak begitu bagus & gak jarang pula menyentuh-hati. Gue pernah lihat foto pre-wed dimana pasangan dalam foto itu berjongkok di tepi dermaga sebuah danau (nggak pelukan, even nggak gandengan tangan), dimana mereka tertawa lepas saat melarungkan sebuah kapal-kapalan kertas berisi dua origami burung bangau merah… For me, foto itu menyentuh & punya “pesan” yang baguuuuus banget. So, foto pre-wed nggak harus terlihat keren karena pasangan dalam foto tersebut berusaha terlihat mesra dg saling menggelendot manja… Yang paling penting adalah tema & kisah yang “bercerita” dari foto tersebut.

OK. Tema & kisah yang “bercerita”. Gue pernah punya ide (yang waktu itu gue pikir brilian banget) untuk bikin foto pre-wed yang bercerita tentang kisah pertemuan gue & Baim. Tapi setelah gue share cerita ini ke Baim & merunut lagi kisah kami berdua bersama-sama, sampailah kami pada keputusan bahwa rencana foto pre-wed tersebut harus diurungkan. Kenapa ? Karena pemotretan harus dilakukan di kota Bogor & Yogyakarta, tepatnya di 3 lokasi yang berbeda (Taman Koleksi & Taman Satari IPB (waktu itu Taman Satari-nya udah keburu diancurin buat dibikin Botani Square pula); FMIPA UGM & Kebun Raya Bogor). Plus kami harus menyewa sebuah bus untuk setting saat kami bertemu dalam perjalanan Bogor-Yogyakarta, serta mengumpulkan kembali teman2 jaman kuliah sebagai figuran foto (demi memperkuat suasana, hahaha…). Buset, ini mau bikin foto atau bikin film yah ??? Kagak ada duitnya & waktunya itu mah…! Lain halnya kalo ada yg mau mensponsori, boleh juga sih… Jadilah ide tersebut gagal dalam tahap perencanaan, hahaha…

Ide buat bikin foto-foto pre-wed ini lama-lama semakin tersingkir dari list-perencanan pernikahan, karena Baim masih di Penang & gue di Jakarta menyiapkan pernikahan bareng sodara2. Baim sendiri baru pulang  beberapa minggu sebelum hari pernikahan. Jadi, MANA SEMPET bikin foto pre-wed segala??? Bisa terbuang waktu sehari-2 hari untuk foto-foto doang, sementara masih banyak urusan penting yang belum dilakukan seperti fitting bajunya Baim, nyebar undangan, sowan ke rumah sodara, mengecek wedding-organizer & mendaftarkan pernikahan kami ke KUA… Omaigattt, banyak juga yah ? 😛  Belum lagi gue harus dihadapkan kepada kompromi-budget, dimana gue harus memilih untuk mengalokasikan budget dokumentasi yang ada untuk dokumentasi pernikahan gue ATAU untuk foto pre-wed superkeren. Hmmm, tough decision. Because at that time, i want to have a beautiful  photos of my akad nikah procession & reception party AS WELL AS my pre-wed photos

Suatu malam pas lagi goler-goler sendirian di kamar, gue jadi berpikir lagi ttg ide foto pre-wed. Foto pre-wed yang gue inginkan…yang gue impi2kan selama ini… yang gue mau indah & artistik… yang gue pikir…

…Ups, kok ternyata banyak kata “GUE” ya disitu ? Bukannya “GUE & Baim” ? Then I realized, foto pre-wed itu hanya keinginan gue semata… sementara sebenarnya, gue & Baim lebih menginginkan dokumentasi yg precious dari momen utamanya sendiri, pernikahan kami. Yah…jadilah dimalam itu gue memutuskan kalau budgetnya dilarikan utuh untuk dokumentasi pernikahan SAJA. Hiks… but i still want the pre-wed photos…

Sebagaimana semboyan Ibu kita Kartini, Habis gelap maka Terbitlah terang. Apa hubungannya ibu Kartini dengan foto pre-wed gue ? Nah, ini dia… ini yang terjadi dengan ide foto pre-wed tsb.

Selesai resigned dari kantor, maka waktu gue praktis gue alokasikan untuk mempersiapkan kepindahan gue, menyempurnakan persiapan pernikahan… dan ngoprek-ngoprek koleksi foto di rumah. Hihihi, gue suka banget melakukan kegiatan ngoprek-ngoprek foto ini (dan selalu diiringin pesan-sponsor dari suara nyokap yang membahana : “Awas lho kalo ntar foto-fotonya nggak kamu beresin !!! Kemaren Ibu  baru rapihin  lagi tuh foto2nya !!” ).

Saat sedang iseng membuka salah satu album foto masa kecil gue, tiba2 Ibu & ayah nyeletuk : “Kak, kan foto2 kamu pas kecil tuh lucu-lucu lho kalau dipajang… Kenapa gak dibikin jadi foto pre-wed aja…?”

Tema.

Kisah.

Jauh sebelum pernikahan.

Iya yah… kenapa gak gue pajang aja foto gue & Baim dari kecil sampe gede, mengisahkan perjalanan kami tumbuh besar, lalu ketemu, dan akhirnya nikah ? Kan beneran pre-wed tuh… benar-benar jauuuuh sebelum gue & Baim ktemu trus nikah. Ah, ide nyokap bokap memang genius !!!

Setelah men-survei gedung tempat resepsi pernikahan, gue mendapati bahwa koridor jalan masuk menuju pintu ruang resepsi disangga oleh 7 buah pilar. Koridor tersebut langsung mengarah ke pintu masuk ruang resepsi yang terbuka lebar, tepat menghadap ke pelaminan. Jadi, sejak menyusuri koridor, tamu sudah bisa melihat pelaminan & kami- sang pengantin. So… gue merencanakan akan memasang  satu foto pada setiap pilar. Thus, gue siapkan 7 pasang bingkai kayu & 7 pasang foto gue & Baim, masing-masing dari rentang usia bayi, TK, SD, SMP, saat kami kuliah & setelah kerja. Semua foto hanya memuat diri kami masing-masing, sendirian. Foto yang ke-7 adalah foto kami masing-masing saat akad nikah dilangsungkan.  Idenya, nanti para tamu seolah melewati mesin waktu melihat metamorfosa gue & Baim dari kecil, gede, trus ketemu & nikah. Setelah foto terakhir pada pilar terakhir, maka mengarahlah para tamu ke kami yang sudah menikah & dipersatukan di pelaminan

Pemilihan foto-fotonya terbilang cepat; apalagi lewat adiknya Baim (Mutia), Baim udah menitipkan setumpuk fotonya dia dari jaman bayi-SMA. Gue dipersilahkan memilih foto Baim yang mana aja, sementara Baim hanya akan memilih foto  dia pas kuliah & kerja. Kenapa ? Soalnya semua foto2 sebelum dia kuliah  adanya di Bogor, bukan di Penang. Dan gue harus ke Bogor buat pilih-pilih fotonya. Huwaaaa….!!!

Lanjutnya, yang agak susah itu adalah saat memproses foto tersebut. Beberapa foto-masa -kecil gue & Baim dicetak pada kertas foto, yang kualitas gambarnya kini berkurang akibat gerusan waktu; sehingga pas di-scan & diperbesar, gambarnya jadi “pecah”. AKibatnya gue harus mencari foto lain yang kualitas warna & ketajamannya rada bagusan. Selesai di-scan, semua file diolah dg CorelDRAW. Haha, ada untungnya juga niy ngerjain foto pre-wed ini, gue jadi tahu software CorelDRAW itu buat apa & make’nya gimana. Sebelumnya gue kagak tahu gimana caranya make’ software tersebut. Serius

Selesai diolah, semua gambar gue bawa ke percetakan (tempat langganannya Om Abdil nyetak baliho, hehehe. Makasih Om Abdil…!). Pertama, dibuat “dummy” cetak foto ukuran 1:5 dulu., diatas bahan /media yang udah dipilih. Setelah OK, barulah semua foto dicetak di bahan korean vinyl & dilaminasi doff. Gambar yang udah jadi dipotong seukuran 60×50 cm, trus…pasang deh di bingkai.

Maka jadilah foto pre-wed gw & Baim 

PS : Anyway, ada yang mau sewa bingkai foto dari gue, untuk foto pre-wed ? Lumayan tu, gue punya 12 buah modelnya bingkai minimalis warna hitam eboni, tanpa kaca tapi dilapis plastik… jadi nggak akan berat saat digantung.