Eh bukan cuma fashion aja yang ada “police”nya… dunia perhijaban juga ada. Hijabi Police ini dimaksudkan untuk mengingatkan & mengoreksi mislek-mislek dalam bagaimana berhijab, in order to wear the hijab properly. Cuma yah daripada ngurusin misleknya orang lain, enaknya hijabi-police ini dimulai dengan… diri sendiri πŸ™‚ Jelas lebih objektif & terukur.

Jadi tujuan utama dalam menjalankan misi Hijab-Rehab 2012 ini ada dua : 1. Bosen, pengen ganti gaya berhijab yang lebih cantik, chic & feminin tapi nggak ribet; 2. Introspeksi,untuk memperbaiki mislek-mislek berhijab yang dilakukan selama sebelas tahun. Apalah artinya kalau udah dandanin hijab pol-polan tapi… malah menjauhi bagaimana sepatutnya berhijab. Ya semoga niat ini dihitung di neraca amalan baik, sukur-sukur kalau berhasil diwujudkan.

Dimulai dari di rumah deh. Jaman masih single, gue suka cuek kalo pesen ketoprak/bakso/kwetiau/apapun itu yang dilakukan dari balik pagar rumah. Terima paket dari kurir juga gitu. Cuek disini maksudnya selonongan aja nggak pake kerudung atau bergo. Mikirnya : ah gue masih di wilayah rumah ini… atau, ah, pager rumah tingginya di atas kepala, cukup tangan aja yang nongol mah beres… atau, ah gue pake kaos ama celana panjang ini. Orangtua suka ngingetin sih, cuma gue-nya yang kadang suka ndableg *ayah-ibuuu maafkan akuu*. Tapi setelah nikah, sekarang ada pak suami yang lebih galak lebih rajin & telaten mengingatkan. Tiap kaki udah menuju pintu siap nyegat tukang ketoprak (saking sakawnya pengen makan ketoprak), pak suami langsung bilang : “Eh… mau kemana, panggil ketoprak ? Pake bergo dulu, biar aku aja yang panggilin.”. Hebat gak tuh laki aye ? Gentleman banget sik ! *memuji suami sendiri daripada memuji suami orang* πŸ˜† Atau kalau pak suami mau pergi, beliau meminta gue masuk aja dulu, nggak usah nganter sampai dadah-dadahan di depan pagar… kecuali kalau gue udah pakai bergo. Ya maklum lingkungan apartemen sewa disini modelnya terbuka, banyak tetangga yang bukan muhrim seliweran di alley. Gitu aja terus, pak suami dengan telaten jadi hijabi police gue. Sekarang karena udah mulai terbiasa, selalu ada jaket & bergo/shawl dicantelin di kamar dekat ruang tamu. Mudah disambar sewaktu-waktu ada kurir paket atau delivery-boy pizza datang . Jadi nggak ada alasan lagi buat jadi slonong-girl, hehe.

Yang kedua, ini guenya aja sih… tapi jarang bisa nyaman kalau pakai jilbab yang cuma seleher. Kecuali, kalau di luarnya ditutup blazer, jaket atau pakai baju longgar model kaftan (cardigan longgar juga termasuk). Sebenarnya karena nggak pede kalau bentuk “aset” di bagian dada terekspos tanpa ditutup hijab. Risih & malu aja. Jadi saat berganti mahzab hijab dari scarf ke shawl, gue usahakan ukurannya bisa terulur sampai menutupi dada & lengan-atas. Belanjanya pun jadi selektif; yang ukurannya nanggung-nanggung gitu biasanya nggak dipilih. Mending pilih shawl yang agak lebar & panjang lalu diakalin. Daripada beli yang nanggung trus nggak bisa dipanjangin πŸ˜› Shawl yang agak lebar macam pashmina atau scarf satin a la Turki gitu enak juga dijadikan pengganti bergo panjang. Tinggal set-set-seeett… semat peniti, udah deh, berangkat ke indomart beli cemilan πŸ˜† Nilai plusnya : pashmina & scarf satin bermotif lebih menarik daripada bergo plain. Bergo biasanya gue pakai saat olahraga & kalau males peniti sana-sini. Eh tapi ini di gue ya… nggak tahu juga kalau di orang lain. Cocok-cocokan sih kalau soal ini.

OK, next ! Celana panjang vs rok panjang. Gue ini pengeeeen banget bisa feminin pakai rok, tapi susaaaaaah banget berdamai dengan rok. Masih sulit untuk lepas dari kenyamanan & kepraktisan bercelana-panjang, apalagi berjeans-ria. Di gue, pakai rok itu ada aja nggak enaknya, dari mulai ribet saat harus naik-turun bus/ngangkot/ngojek/hiking & travelling/ngejar-ngejar murid di sekolah… sampai dengan sekarang saat ngejar-ngejar Alma yang superlincah. Dengan alasan-alasan tersebut, gue beranggapan bahwa celana panjang masih lebih serbaguna & praktis daripada rok. Apalagi jeans bootcut kan keren banget ya kalo dipadukan sama boots… *pletak!*

Tapi, rok bentuknya lebih bersahabat untuk menutupi siluet pinggang kebawah. Apalagi buat badan bohay-beranak-satu *langsung ngaca*. Kebayang gak sih kalau badannya lemu ginuk-ginuk tapi masih maksa pakai jeans ? Ya macem gue gini. Mata orang (dan terutama mata suami ! Pak suami tu udah sering banget negur) pada ‘sakit’ juga melihat gimana bentuk kaki gue menyiksa si celana jeans πŸ˜› Untungnya sih selama pakai jeans nggak pernah mengalami kejadian dimana c*meltoe terbentuk depan-belakang akibat jeans yang terlalu ketat. Amit-amiiiit jangan sampe ! Tapi karena kepikiran itu juga… untuk transisi dari celana panjang ke rok, sekarang sedang coba pakai wide leg pants a.k.a celana palazzo. Itu loh, celana panjang yang bentuknya melebar dari garis pinggang ke mata kaki. Sekilas pas dipakai bentuknya seperti rok maxi… tapi begitu dipakai jalan, masih terlihat seperti celana. Cocok buat gue yang grasak-grusuk. Kemarin beli warna hitam via @intanchocofloat, bahannya maknjussss adem & nyaman banget. Yang masih jadi PR adalah cari siluet wide leg pants yang cocok dengan badan gue. Katanya sih buat yang badannya lebar :

  • pakai wide leg pants yang siluetnya lurus. Jangan pakai yang terlalu lebar melambai-lambai. Model Avala pants-nya CottonInk bagus tuh.
  • pakai yang warnanya gelap & tanpa kerut-merut disana-sini. Semakin sleek & minim detail, semakin baik.
  • Trus bagusan pakai atasan yang nggak ketat, tapi juga nggak gombrong. Kalau pengen atas-bawah sama-sama gombrong, mending pake dress gamis aja sekalian, beres nggak perlu layering.

Selain wide leg pants, naksir juga nih sama maxi dress. Tapi masih cari yang motifnya cantik & tak mahal, plus ukurannya nggak semungil keluaran Korea (yang ramai beredar di pasaran). Kalau yang polos sih udah nyetok 1-2 helai. Ada yang punya rekomendasi belinya di toko mana ? Share ke gue yaa, dengan senang hati menerima rekomendasi kalian semua πŸ˜€
Kalau celana model bloomy & hareem pants, gimana ? Gue cukup sadar-diri, nggak cukup langsing untuk memakai keduanya πŸ˜† Kedua celana itu termasuk penuh detail kerut-merut mengembang, so… lewat aja deh, makasih.
Gue akui, meninggalkan celana panjang (TERUTAMA CELANA JEANS) itu susah benerrr. Secara udah nyaman banget pakai itu. Tapi mo gimana, koleksi jeans di rumah sudah ting pecothot dimana-mana. Maunya sih bikin wide leg jeans, seperti yang dipakai Hana Tajima ini.Β  Hihi, cinta pertama saya masih ke celana jeans. Gapapa kali yaa, agenda pindah mahzab pakai rok-nya dilakonin pelan-pelan. Sekarang bersabar dulu pakai jeans yang ada, disayang-sayang dulu… sambil nabung buat bikin maxi dress.

Oia, gimana dengan manset lengan ? Itu tu, yang kayak sarung tangan… tapi menutupi pangkal lengan sampai pergelangan tangan saja. Hehe, yang ini sudah ditinggalkan. Biasanya si manset ini cuma dipakai pas olahraga atau saat-saat dimana gue males pakai baju lengan panjang. Nah, perhatikan penekanan pada kata males ya. Kan gue sering angkat-angkat & gendong Alma, nah beberapa kali pak suami melihat lengan t-shirt itu agak kesingkap & kulit lengan kelihatan. Dapet deh warning dari sang hijabi police ganteng. Trus pakai manset ini lama-lama bikin kulit bawah lengan jadi merah-merah gatal. Plus guenya sadar-diri juga kalau kombinasi t-shirt lengan pendek + manset ketat terlihat sangat desperate (sama desperatenya dengan manset warna kulit, imho). Jadi ya udah lah sekalian aja pakai blus lengan panjang. Manset lengannya sekarang dialih-fungsikan jadi leg warmer-nya Alma πŸ˜† Begitu pula kalau bikin kebaya pesta : nggak pernah lagi pakai dalaman manset ketat. Instead, sekalian saja kebayanya dilapis bahan furing yang tidak transparan. Lagipula sekarang lebih suka pakai gaun kaftan daripada kebaya. Ya, kaftan ini memang sesuatu banget yah πŸ˜‰ Kalaupun kaftannya tipis & harus dilapis dress manset, ya ngga masyalah. Kan tertutup sampai semata kaki. Kalau kaftannya bikin sendiri sih lebih suka pakai bahan satin silk daripada chiffon tipis.

Saya juga sudah insyaf dari pemakaian legging, jegging (jeans-legging) & skinny jeans. Biasanya suka pakai skinny jeans atau jegging bersama blus yang panjangnya sebetis. Tapi kata hijabi police-ku *lirik pak suami* panjangnya nanggung amat & bentuk betis gue yang sekseeh jadi terpahat jelas. Belum lagi pak suami beberapa kali menyebut si legging & skinny jeans sebagai… celana alay πŸ˜† OMG, ogah banget gue disamain ama abegeh-abegeh di acara Inbox & Dahsyat ! Jadilah celana-celana ketat nan seksoy itu cuma dipakai bersama dress semata-kaki. Atau pas di rumah kalau pengen bercelana panjang ria.

Hmm. Apa lagi ya hasil investigasi hijabi police selama ini ? Yah itu aja sih, so far. Kan sudah ada ketentuannya ya bagaimana berpakaian yang santun & sesuai adab Islam. Kalau mo ditanya sesuai atau nggaknya, ya balik aja lagi ke ketentuan tersebut. Kita kan cuma bisa melihat imperfections dari diri sendiri kalo pas ngaca… tapi ya nggak mungkin kemana-mana harus bawa kaca. Kalau ngaca pun, yang kelihatan sama kita cuma ah udah ciamik, udah rapih, warnanya lucu. Tapi diluar warna, model & kepantasannya ? Orang-orang terdekat (suami & orangtua) yang merangkap sebagai hijabi polices inilah yang rajin menjadi pengingat & tempat gue untuk berkaca.

Di dunia nyata sendiri, bentuk hijab itu banyak sekali terpengaruh oleh budaya, iklim & kebiasaan masyarakat setempat. Menurut gue, itu bukan untuk diseragamkan. Itu memang akan selalu beragam. Allah saja menciptakan manusia berbeda-beda warna kulit & suku bangsa kan, di tempat yang berbeda-beda di seluruh penjuru muka bumi ? Kenapa ada perbedaan, mungkin salah satunya agar umatnya belajar menghargai. Dan belajar untuk memperbaiki diri. Sekali lagi, baliklah ke aturannya kalau mau mempertanyakan kepantasan & kepatutan hijab masing-masing. Masing-masing yaa… dimulai dari diri sendiri, dimulai dari sekarang, dimulai dari yang sederhana. Sila merujuk ke surah An Nuur : 31 & Al Ahzab : 59. Sudah sesuai ? Ya alhamdulillah. Belum sesuai *macem saya ini salahsatunya* ? Ya hayuk intorpeksi, dijadikan PR untuk diperbaiki. Memang, ada beberapa orang yang punya anggapan bahwa jilbab/hijab itu harusnya membuat pemakainya kelihatan tidak menarik & ‘tersembunyikan’. OK-lah tersembunyikan karena hanya muhrim saja yang patut melihat aurat. Tapi ada hadistnya kan kalau wajah & telapak tangan boleh terlihat. Lalu kenapa harus agar terlihat tidak menarik ? Apakah harus terlihat plain, bahkan kucel ? Kalau terlihat kucel & tidak menarik, bagaimana bisa membuat sesama muslimah tergerak untuk berhijab ? Berhijab dengan cara yang menarik & syar’i juga merupakan salah satu bentuk dakwah ‘terselubung’ lho. Tapi memang, jangan lantas berlebih-lebihan. Berlebih-lebihan ini yang ditakutkan cenderung menjurus jadi riya’. Yang gue percaya, segala yang berlebihan tidak pada tempatnya itu nggak benar juga, may it be a hijab ataupun hal-hal lain.

Untuk berbagai macam model hijab & baju muslim yang sekarang ngehits, menurut gue justru bagus kalau jadi variatif & modis. Biar semakin banyak muslimah yang tergerak berbusana yang tidak sekedar indah, tetapi juga syar’. Cuma ya balik lagi, sebelum memilih periksa dulu : sudah sesuai dengan yang diajarkan Islam ? Berlebih-lebihan atau tidak ? Jangan hanya melulu modelnya yang diperdebatkan. Ini murni pendapat pribadi yah… tapi gue yakin, Islam tidak sesinis itu sampai beberapa bentuk baju (dengan embel-embel baju muslimah) dikait-kaitkan dengan ‘seragamnya’ umat lain, atau dibatasi harus warna apa. Tapi yasudahlah kalo ada yang sampai mempermasalahkan, mungkin mereka punya tafsir berbeda akan bagaimana seharusnya bentuk hijab itu. Lebih penting untuk berusaha memakai hijab yang bersih-rapih, nyaman dipakai, anti-ketat serta menutup aurat (kalau kata ayah : menutup aurat berbeda dengan sekedar menutupi kulit). Oh ya, sama tidak berlebih-lebihan πŸ˜‰

Sekian investigasi hijabi polica a la saya πŸ˜€ Ada yang pernah melakukan swa-investigasi ? Atau punya hijabi police pribadi ? Bagi-bagi yuk ceritanya disini, atau ikuti diskusi serunya di forum The UrbanMuslimah. Siapa tahu dari introspeksi diri sendiri bisa jadi pengingat unuuk sesama muslimah πŸ˜‰