Katanya nih ya…

…salah satu hasil dari proses evolusi manusia adalah bahwa wanita, secara perilaku & fisiologis, lebih peka mendengar suara tangisan bayi (sudah ada banyak hasil penelitiannya juga, salahsatunya disini). Sedari jaman-dahulu-kala-saat-manusia-hidup-di-gua, kepekaan akan suara tangis bayi ini adalah salah satu perangkat tambahan untuk wanita yang memang dirancang oleh-Nya untuk fungsi maternal & nurturing : mengawasi bayi & anak-anak serta memastikan mereka selalu nyaman & aman. Jadi kalo bayi nangis, wanita bakal langsung “alert” & mencari tahu apa yang membuat si si bayi/anak tersebut nangis (menangis bagi bayi/anak-anak  adalah manifestasi rasa nggak aman & nggak nyaman).

Sementara pria, dari jaman-hidup-di-gua, lebih terasah kepekaannya untuk berburu mammoth, mengumpulkan makanan & melindungi keluarga dari bahaya diluar sana (seperti serangan sekelompok predator macam sabertooth lion, misalnya). Well, pria sekarang sih udah nggak berburu mammoth atau nombak-nombakin sabertooth lion, yaa…  melainkan berburu segepok dollar & segenggam berlian 😆 Tapi coba deh perhatiin suami/pacar masing-masing : biasanya mereka langsung “alert” waspada saat ada suara kecil yang mengindikasikan gangguan… entah itu nyamuk, suara tikus, suara kresek-kresek gak jelas, suara engsel pintu/furniture bergeser, atau suara sekecil apapun yang terdengar mengganggu/mengancam. Pernah baca di sebuah jurnal kesehatan (lupa tapi dimana), pria juga biasanya lebih milih tidur di sisi tempat tidur yang dekat dengan pintu kamar. Kalau kemudian pria terbangun oleh suara yang mengganggu tersebut, senyenyak & se-keblukkk apapun dia tidur, dia bisa langsung lompat bangun dengan skill setara jagoan ninja. Singkat kata, insting protektifnya yang lebih terasah. Jadi selain suara-suara “mengancam” tersebut, most likely pria nggak bakalan bergeming. They learned to keep sleeping or stay calm to save their energy for hunting, gathering food & protecting their families & house (… or cave, in 10.000 BC) from rodent-animals, mammoth, sabertooth lion… or whatever predator (including buglars) lay in wait.

Waktu dosen gue ngasih kuliah evolusi & nyinggung dikit tentang evolutionary obligations antara wanita & pria ini, gue cuma manggut-manggut aja sambil ngebatin : Ya, ya, OK… kuliahnya masih berapa jam lagi sih ?? 😆 Tapi ternyata, kebenaran teori evolusi perilaku manusia tersebut akhirnya terbuktikan sendiri, setelah ada Alma.

Setelah Alma lahir, poros keseharian gue berubah : berputar pada Alma, memastikan Alma bersih, tidur nyenyak & nggak rewel karena popok basah/kelaparan/overstimulated. Itu bocah klo lagi rewel… masya Allah, gue sendiri ampe bingung : rewel kok doyan ?? 😆  Jadinya gue yang harus ngikutin ritme hidup Alma, bukan sebaliknya. Kalau gue mau mandi/makan/tidur atau melakukan fungsi-fungsi biologis lainnya sebagaimana seorang manusia, gue harus nunggu Alma tenang & tidur nyenyak dulu… atau, minta seseorang buat  menjaga Alma sementara gue makan/minum/tidur atau apapun itu (dalam kasus kami disini, biasanya ganti-gantian sama Baim). Nah, biasanya kalo Baim udah pulang dari lab, Baim-lah yang gue minta tolong buat gantian ngangon Alma. Sekalian juga-lah… ngasih bonding time antara Alma & poppa-nya.

Ini adalah kejadian dua bulan yang lalu. Waktu itu di salah-satu hari dimana Alma baru diboyong ke rumah, gue benar-benar dibuat teler sama Alma yang entah kenapa seharian itu supercranky. Belum lagi Penang kembali panas-panasnya & sukses bikin badan gerah-lengket-keringetan… Huueeeeh, nggak ada yang lebih gue inginkan selain mandi banjur-banjur & tidur nyenyak. Too bad, waktu itu Alma masih melek & nggak kunjung mau tidur; maunya nempel terus buat nenen (Alma nenggak ASI-nya kuat banget). Jadi begitu Baim nyampe di rumah & Alma mulai tenang, langsung gue todong Baim buet giliran jagain Alma… sementara gue mandi (… HOREEEE !!). Ibu sedang tidur di kamarnya; nggak tega juga bangunin ibu buat nitipin Alma. Langsung samber handuk, trus cibang-cibung dibawah kucuran shower yang sengaja gue buka puolll biar deras.

Pas lagi khusyuk-khusyuknya disiram air-shower nan deras, tiba-tiba sayup-sayup telinga gue mendengar suara tangisan Alma. Harap dicamkan : suara tangisan Alma = nangis + jeritan sopranoooo yang melengking tinggi 😆

Masih dibawah banjuran shower, gue menajamkan telinga : beneran gak sih, itu anak gue yang nangis ? Ah, biarin aja… ada bapak’e yang nemenin. Lanjutlah gue bilas-bilas. Tapi… kok suaranya makin keras ? Nggak salah denger kan ? Gue matiin showernya, dan … YA AMPUN, ITU BENERAN ANAK GUE YANG NANGIS KEJER !

Buru-buru gue bilas diri, lalu handukan & ngibrit ke kamar. Ibu juga keluar dari kamarnya & menyerbu kamar gue. Begitu kami masuk kamar, tahukan pemandangan apa yang menyambut diri saya, wahai sodara-sodara sekalian ?

Alma dalam bedongnya lagi nangis kejer, sementara disebelahnya Alma… Baim ngegeletak, tidur. Catet ya : TIDUR. Pules, pula.

Gue sempat nggak habis pikir, gue di kamar mandi bisa denger si ALma kejer… kok ya bapaknya bisa tidur pulas sementara anaknya jejeritan di dekat telinga dia ??? 😆 I mean… denger Alma nangis aja gue bisa stress, ini kok yaaa si Baim malah anteng-anteng aja, tetap pulas tidur ?? I envy you, Baim ! Evolusi benar-benar tidak adil !! *lhokok??* 😆

Nggak tega lihat Alma nangis kejer, langsung gue angkat Alma buat ditimang-timang lalu diambil alih sama Ibu biar gue bisa ganti baju. Baim yang tidur pulas langsung kebangun setelah mendengar gue merepet 😆 Aiiiih suamiku… kalo kemudian diriku nggak inget kuliah evolusi perilaku manusia itu, bisa-bisa kamu ikutan gila karena dengar  istrimu ini merepet nonstop 😛

Tapi seiring dengan berjalannya waktu, akhirnya sekarang nggak cuma telinga gue yang terlatih peka mendengar tangisan Alma… telinga Baim juga ikutan jadi peka 😆  Nggak cuma telinganya aja yang peka… begitu dengar tangisan Alma, Baim bisa langsung bangun & menepuk-nepuk pelan buat menenangkan Alma. Kalaupun nangisnya lanjut, langsung dengan sigapnya Baim menggendong Alma, ditimang-timang sebentar, dan… voila, nggak sampai 5 menit Alma udah tertidur kembali. Wuooooh… Sakti ‘kali suamiku sekarang ! 😉

Tapi parahnya… kayaknya justru kepekaan telinga gue yang mulai berkurang. Soalnya begitu tahu skill & kepekaan telinganya Baim udah mumpuni… sekarang kalau Alma bangun & nangis, malah gue yang bablas tidur pules 😆