Inget banget : waktu Desember 2009 jenguk Emme & baby-Adam di HLWE, Emme bilang kalau setelah bersalin, hal selanjutnya yang sangat-teramat challenging adalah : breastfeeding. Waktu itu gue samasekali nggak punya bayangan akan se-challenging apa & gimana breastfeeding itu… Sampai minggu lalu, saat (akhirnya) mengalami sendiri usai melahirkan Alma.

Di hari persalinan, sebelum masuk ke kamar bersalin gue diminta untuk menandatangani beberapa dokumen dari rumahsakit sehubungan dengan pengurusan catatan kelahiran Alma. Salahsatunya sebuah surat pernyataan tentang pemilihan feeding-method untuk bayi selama di rumahsakit. Dalam surat itu gue bisa milih, mau metode total-breastfeeding, mixed-feeding (breastmilk+formula), atau formula-feeding. Meskipun begitu, HLWE menyatakan bahwa mereka adalah rumahsakit yang baby-friendly & mendukung para ibu untuk memberikan ASI (breastmilk) kepada bayi-bayi mereka. Kalau misalnya sang ibu memilih metode mixed atau formula-feeding, silakan bawa susu kaleng sendiri; rumah sakit nggak akan menyediakan. OK, udah tahu-lah metode mana yang gue pilih & jebrettt, gue tandatangani πŸ˜‰ Suster kemudian ngasih tahu kalau gue akan dipanggil ke nursery room untuk menyusui setiap kali si bayi bangun minta minum atau sesuai dengan jam minumnya bayi; katanya sih tiap 3 jam sekali. Rumah sakit memang nggak mengizinkan rooming-in untuk menjaga kesehatan & kebersihan si bayi di hari-hari awal setelah lahir. Masuk akal & nggak masalah, akan gue jabanin kalo pun tengah malam harus ke nursery.

Usai melahirkan, sekitar sore-sore jam 7 gue dipanggil ke nursery buat nyusuin Alma. Badan udah lumayan seger, udah makan banyak disuapin ibu, udah tidur kebluk… apalagi sejam sebelumnya abis didatengin gank Parlimail & Puspa-Maulana-Didi-Topiq. Puas hahaa-hihii & ngisi perut, gue diantar Baim ke nursery. Hanya gue yang diperbolehkan masuk; Baim hanya mengantar sampai ke pintunya ajah. Baim cuma pesan, Fotoin Alma buat aku ya. Kamu enak udah bisa gendong Alma, aku ngiri, huhuhuu.”

Di nursery, gue diantar oleh seorang suster ke ruangan khusus untuk menyusui. Didalamnya ada banyak armchair empuk, bantal & boppy pillow (bantal donut) untuk membantu menyusui. Tersedia pula tiga mesin breastpumps yang bisa dipakai bergiliran dengan botol steril yang tinggal diminta ke suster-suster di nursery *gretong pula* πŸ™‚ Setelah cuci tangan, ganti sendal & bawa masuk bayi ke ruangan menyusui, susternya mengajari cara untuk membersihkan puting susu sebelum menyusui. Beres bebersih, kemudian diajari gimana posisi perlekatan yang bagus supaya nyaman saat menyusui & putingnya nggak lecet. Susternya sabaar aja ngebantuin gue yang masih gemeteran saat menggendong Alma… takut bo’, soalnya bayi mungilku masih “kelihatan” fragile aja. Belum lagi tangisannya Alma termasuk “soprano” alias melengking kuencaaaang… bukan tipe tangisan momma-aku-lapar-aku-mau-minum-susu-ihiks-ihiks, tapi lebih ke EMAAAK-I’M-HUNGREEEEHHH !!. Jadi begitu nangis melengking, lumayan bikin panik. Maklum, baru jadi emak πŸ˜›

Setelah bergelut latihan-menggendong-Alma… datanglah masalah pertama. Sebenarnya sih udah ketahuan sejak lama (sedari waktu sebelum hamil, malah); tapi baru kerasa efeknya sekarang. Saat bibirnya Alma akan latch-on, kelihatan kalau Alma harus susah-payah mencari & memposisikan nipple didalam mulutnya. Gue memandang si suster, kebingungan. Suster hanya tersenyum bersimpati & bilang, ini karena gue punya flat & inverted nipples. Saat lihat Alma harus ekstra struggling memposisikan nipple didalam mulutnya sampai nangis jerit-jerit karena nggak kunjung bisa latched-on & menyusu (sementara rasa lapar & hausnya nggak terpuaskan), hati gue semakin mencelos. Haduh… masa’ nggak bisa sih ? Separah inikah inverted nipple itu ? Gue harus gimana dong ? Ntar anak gue keburu stress duluan pas menyusui ??Β  Or even worse : ntar gue-nya yang lebih stress ? Gue nggak pengen Alma kelaparan… and so on.

Suster kemudian bilang, tetap aja teruskan menyusui; toh memang juga masih butuh banyak penyesuaian, baik untuk si bayi maupun ibunya. Meskipun begitu, suster menyarankan gue untuk minta tolong suami beliin nipple shield. Nipple shield ini bisa ngebantu mengkoreksi bentuk puting ibu & ngebantu bayi agar lebih mudah latching-on & menyusu. Apakah nanti nggak akan bingung-puting (nipple-confusion), tanya gue ke suster. Suster bilang kemungkinannya nggak, toh ini hanya untuk membantu si bayi agar lebih mudah menghisap susu. Sementara itu gue disarankan untuk terus menyusui, karena gerakan menghisap dari mulut si bayi akan menstimulasi produksi ASI tersebut. Yaudah, dijalanin dulu deh.

Breastfeeding-session tahap pertama selesai, gue kembali ke kamar dengan dada sakit-sakit ngilu, perih, badan lemes & super-lapar. Langsung menggasak makanan, minuman & cemilan apapun yang ada di kamar. Giling, benar-benar kelaperan… baru kali itu gue makan ekstra-nggragas; selama hamil nggak pernah begitu lho. Sampai minta Baim beliin roti di kantin rumahsakit, lalu keEMPAT roti tersebut habis oleh gue sendiri πŸ˜†Β  Dr. Lau yang datang memeriksa saat gue asik ngunyah roti cuma ngangkat alis & ngomong, “Looks like you’re enjoying yourself here !” πŸ˜† Beberapa jam kemudian suster nursery room ngabarin lagi kalau Alma nangis lapar. Yak, panggilan tugas. Ke nursery lagi dianter Baim.

Setelah beberapa saat menyusu… datang lagi deh kengerian berikutnya : Alma hanya mau menyusui sebentar, setelah susah-payah menghisap susu. Trus nangisnya belum berhenti, pun saat gue gendong & dekap di dada. Duh… makin mencelos hati gue πŸ™ Suster jaga di malam yang nemenin gue bilang hal yang sama seperti suster sebelumnya : flat & inverted nipples. Lebih mencelos lagi setelah dengar penjelasannya kalau inverted nipple menyebabkan bayi nggak bisa melakukan perlekatan & menghisap ASI dengan benar, sehingga bayi nggak mendapatkan suplai ASI dalam jumlah yang seharusnya (nggak cukup minum), thus menurunkan produksi ASI karena nggak distimulasi oleh demand (gerakan menghisap) dari mulut si bayi, yang bisa saja akan mengurangi keinginan si bayi untuk menyusu/menghisap ASI karena produksi ASI-nya berkurang. Shoot. Mau nangis gue pas dengernya.

Suster kemudian ngajarin cara memijat payudara supaya Alma bisa lebih mudah untuk minum. Setidaknya, untuk saat itu saja dulu. Meringis-meringis deh gue praktekin ajarannya. Mana jahitan dibawah sana masih sakit cenut-cenut pula, dan secara fisiologis rahim ikut berkontraksi menyusut saat gerakan memijat & menyusu dilakukan. Tapi biarin, yang penting Alma bisa cukup minum. Sementara di ruangan itu ada 4 ibu yang santaaai banget menyusui bayi mereka yang kalem-kalem; duduk diantara mereka, disitulah gue dengan Alma yang udah nangis jerit-jerit kelaparan, panik berusaha membuat Alma mau menyusu. Benar-benar bikin stress. Saat kembali ke kamar & cerita ke Ibu & Baim, gue berusaha sekuat tenaga nahan nangis. Untungnya Baim & ibu nyemangatin gue untuk terus menyusui… terutama ibu, yang bilang, “Jangan nyerah, Kak… tahan sakitnya. Terus nyusuin aja, nanti ASI-nya bakal keluar kok kalau bayinya mau terus menyusu.”

Kejadian yang sama berulang lagi sepanjang keesokan harinya. Itu hari kedua di RS. Suster-suster lainnya yang gue mintain tolong pada bilang kalau inverted nipple tersebut yang membuat Alma nggak mendapatkan cukup suplai ASI.Β  Bahkan salah satu diantara mereka (dengan nada berhati-hati) bilang mungkin gue bisa coba metode mixed-feeding saja daripada Alma kelaparan karena nggak minum cukup ASI. Hiiiih… nehi ! Rasanya gue pengen jambak-jambak rambut saking pusing, bingung & tegangnya. Nggak, gue udah mutusin full ngasih ASI & itu harus terus jalan. Nggak mau berlama-lama diintimidasi oleh si inverted nipple, gue minta pinjam breastpump di rumahsakit; sementara Baim ngambil breastpump manual yang ditinggal di rumah. Pikir gue : kalau Alma sulit menyusu, pompa aja susunya… toh gerakan suckling dari pemompaan akan mengkoreksi bentuk nipple juga.

OK-lah coba dipompa dulu. Oleh suster dikasih botol steril & diajarin cara menggunakan si mesin breastpump. Setelah satu jam mompa, apa yang terjadi ? Nggak sampai 5 ml ASI yang berhasil dipompa πŸ™ Padahal sebelum mompa disempetin nyium & gendong-gendong Alma dulu; dan pas mompanya udah sambil ngebayangin Alma, sambil lihatin foto-foto Alma supaya secara psikologis otak gue turut menstimulasi produksi ASI tersebut. Tapi tetap, sampe meringis-ringis kesakitan pun hasilnya cuma 5 ml. Semakin jatoh deh mental gue… Apalagi pas lihat ada seorang ibu yang melahirkan di hari yang sama dengan gue (itu tuh… ibu-ibu di kamar-bersalin sebelah yang saat melahirkan heboh menjerit-jerit), mampu memeras ASI sampai sebanyak 20 ml. Ho’oh, 20 ml… gue lihat langsung di tera-an mililiter botolnya. Makin jiperlah gue & ngerasa bersalah : masa’ cuma 5 ml ? Anak gue kelaperan dong. Mana pas dengar suara tangisannya Alma bikin gue makin sedih. Tapi untungnya pas ngasih ASI-perasan tersebut, susternya membesarkan hati gue & bilang itu akan dikasih-minum semuanya ke Alma pakai syringe. Alhamdulillah… yang penting anak gue minum deh.

Saat sesi-menyusui berikutnya, jumlah ASI-perasannya mendingan : hampir 10 ml. Tapi sayangnya, gue jadi terpaku pada konsep ‘seberapa-banyak-jumlah-ASI-yang-berhasil-diperah’. Padahal itu adalah konsep ‘racun’;Β  menurut artikel “sakti” ini, ASI yang diperah tidak sama-dengan ASI yang diproduksi. Pikiran ini lumayan “menjatuhkan” mental, karena gue jadi terpaku pada angka mililiter ASI yang berhasil dipompa, bukan pada memenuhi kebutuhan suplai ASI dengan Alma menyusu langsung dari gue. Kapok meringis-ringis saban kali mompa, selanjutnya gue kembali menyusui Alma langsung… meski tetap harus meringis-ringis kesakitan & rada panik saat Alma menangis karena kesulitan ssat latching-on. Pokoknya sepanjang hari ke-2 di rumahsakit itu tiap masuk ke nursery, bawaannya langsung stress. Padahal nggak boleh begitu yah, karena kondisi psikis ibu sangatlah mempengaruhi produksi ASI. Yang jadi penghiburan gue selama disana adalah dengan menggendong Alma, nyiumin ngendus-ngendus Alma & mengambil beberapa fotonya pakai henpon untuk kemudian ditunjukin ke Baim & ibu.

Di salah satu sesi menyusui tengah-malam, saat datang ke nursery gue lihat Alma sedang disinar phototherapy. Untuk memastikan “ketakutan” gue (kalau-kalau Alma kuning), gue tanya ke susternya kenapa disinar. Susternya bilang, hanya untuk dihangatkan aja. Oh, yo wis… gue tungguin aja sampai Alma selesai disinar. Setelah nunggu Alma selesai disinar, akhirnya gue susui dia. Duh, lagi-lagi Alma hanya mau menyusu sedikit. Suster bilang harus minum ASI lebih banyak lagi karena kalau nggak bakal dehidrasi… apalagi tadi habis disinar & kena suhu hangat. Tapi Alma nggak mau menyusui lagi, malah menangis makin keras. To make it worse, nipple gue jadi lecet-lecet & berdarah πŸ™ Sakiiiit sekali, sampai-sampai darahnya merembes ke baju. Setelah ngasih tahu kondisi Alma ke Baim & sama-sama mempertimbangkan kondisinya yang rawan dehidrasi, akhirnya kami “mencoba rela” untuk Alma diberi suplemen larutan glukosa, hanya supaya Alma tidak dehidrasi. Suster menyarankan gue untuk kembali memeras ASI untuk saat itu juga diberikan ke Alma; mereka juga menyakinkan gue kalau Alma nggak diberi lebih dari 20-30 ml larutan glukosa. Yaudah, pinjem botol & breastpump nursery lagi… dan mompa ASI lagi sambil ngeliatin foto-fotonya Alma.

Tengah malam itu juga, sekembalinya dari nursery gue coba mompa pakai breastpump manual yang Baim bawain. Sumpah, ternyata pas pertama kali pakai pompa manual tu rasanya sakiiiitt. Belum lagi payudara sudah mulai membengkak, ditambah nipple-nya lecet… sukseslah sakitnya semakin menjadi-jadi. Saking sakitnya, rasanya kayak pengen ngegaplok orang. Coba di payudara kiri & kanan,Β  setelah dipijat & dikompres air hangat pula, akhirnya terkumpul beberapa-belas mililiter. Baim & ibu terus berusaha menyemangati gue. Ibu sempat tanya ke tante Hera & oom Erry (yang juga dokter spesialis anak) tentang troubleshooting ngadatnya ASI gue ini & jawabannya sama : jangan stress & terusin menyusuinya, pokoknya maju terus pantang mundurrrr. Sementara gue mompa, Baim ikut nemenin begadang disambi ngumpulin semua artikel breastfeeding yang pernah gue kasih ke dia & menyuruh gue untuk kembali membaca semuanya. Termasuk didalamnya ada salahsatu artikel yang menyebutkan kalau ASI yang diproduksi ibu saat bayi baru lahir akan mengikuti ukuran/kapasitas lambung bayi. Menurut penelitian, lambung bayi usia 1 hari hanya seukuran buah cherry lalu di hari ke-2Β  & 3 naik jadi sebesar walnut… jadi wajar saja kalauΒ  di hari-hari awal setelah melahirkan, jumlah ASI yang dihasilkan ibu belum ngocor gila-gilaan karena masih mengikuti ukuran lambung bayi. Duh… terimakasih banyak, wahai suamiku & ibuku πŸ™‚

Setelah ASI perasan semalam dikasih, keesokan paginya coba dipompa lagi. Dr.Lau sempat datang saat gue sedang meringis-ringis kesakitan mompa ASI. Melihat gue, dia cuma bilang nanti akan datang lagi & menyuruh gue untuk meneruskan acara pompa-memompa, “It’s OK… take your time,” kata dia. Dia pun yang nyaranin gue untuk memijat payudara supaya ASI turut keluar dengan lancar. Hufff… makasih, pak dokter πŸ™‚

Nggak lama setelah Dr.Lau datang, Dr.Tan (spesialis anak) datang membawa kabar baru :Β  Alma agak kuning, dan sekarang sedang disinar, sementara dites darahnya untuk cek kadar bilirubin. Duh… kok ya ketahuannya baru pas hari terakhir di rumahsakit ? Kami kuatir kalau-kalau Alma harus nambah semalam di rumahsakit, tetapi Dr.Tan bilang jangan kuatir, hasil tes lab akan keluar 2 jam lagi & menyusuinya diterusin aja. Komat-kamit deh berdoa semoga kadar bilirubinnya Alma normal, supaya bisa pulang hari itu juga. Berarti yang semalam disinar phototherapy itu emang beneran udah kuning πŸ™ Gue berusaha menenangkan diri dengan mengingat-ingat lagi apa yang pernah dibaca disini, dimanaΒ  physiologic jaundice atau sakit kuning secara fisiologis umum dialami oleh bayi baru lahir (lebih dari 50%). Ini sebagai akibat dari belum matangnya fungsi hati bayi dalam memproses bilirubin hasil pecahan sel darah merah, sehingga tidak dapat terbuang semua dari tubuh bayi & membuat bayi kuning. Biasanya baru kelihatan 2-3 hari setelah lahir. Iya sih, katanya kuning seperti ini masih termasuk normal & sering terjadi pada bayi baru lahir. Cuma yah… miris nggak sih lihat anak harus di-phototherapy ? Belum lagi untuk kuning macam ini, obatnya yah harus banyak-banyak diminumin ASI, sementara mompa ASI sendiri aja udah setengah-mati ngumpulin tetes demi tetes (i meant it literally)Β  πŸ™

Pagi itu gue kembali lagi ke nursery sambil ngasih ASI perasan buat Alma. Di salahsatu jejeran box bayi dibawah lampu phototherapy, gue tengok Alma sedang tidur sambil disinar. Hiks, emaknya jadi nangis. Lama aja gue berdiri disamping box-nya sebelum kemudian kembali lagi ke kamar & mompa ASI lagi. Alhamdulillah, kali itu hasil perasannya dapat hampir 20 ml & langsung gue bawa ke nursery untuk diksih lagi ke Alma. Berapapun jumlahnya, yang penting Alma minum ASI. Sembari Alma minum, gue tanyakan apakah hasil tes-lab udah keluar atau belum. Good news, bilirubin Alma udah dibawah 10 (9.8) & Alma bisa pulang hari itu juga. Alhamdulillah.

Suster bilang, Alma harus sunbathing setiap pagi untuk menjaga kadar bilirubinnya tetap normal. Kalau lihat kondisi langit Penang, gue disarankan untuk menjemur Alma sekitar pukul 08.30 a.m, selama 30 menit. Jangan kena sinar matahari yang nyentrong langsung karena bayi bakal kepanasan, tapi cukup kena biasan sinar matahari dari clear-blue sky.

Sementara untuk produksi ASI-nya… perlahan tapi pasti, keadaan mulai membaik sepulangnya kami ke rumah. Mungkin karena suasananya “beda” dengan rumahsakit, secara psikologis gue merasa lebih “enakan” aja saat udah di rumah πŸ™‚Β  Sehari-dua hari setelah di rumah, ASI pun mulai keluar lancar. Pertama-tama sih masih meringis kesakitan pas Alma latching-on, tapi kemudian teorinya terbukti : selama bayinya selalu menyusu, ASI akan keluar deras kemudian. Maju terus pantang mundurrrr ! Ibu juga bikinin bubur kacang ijo untuk dilahap supaya ASInya lancar, dimakan selang-seling sehari dengan bubur oatmeal brownsugar buatan Baim. Baim juga dengan rutin bikinin Milo atau susu cokelat + fenugreek (ini beli dari Jusco). Kacang-kacangan, oatmeal & fenugreek dipercaya berfungsi sebagai pelancar ASI alami (galactogogues). Trus mengikuti nasehat suster, gue banyakin minum air putih & susu serta melahap makanan berprotein tinggi (dairy products, ikan, daging & tempe-tahu). Lalu saat Dr. Tan menyuruh gue untuk nggak minum kopi, teh & softdrink serta menghindari makanan berrempah kuat & gassy vegetables (kol, kubis, kembang kol, sawi dkk.), gue turutin semuanya. Demi Alma, demi ASI bisa lancar ngucur, gue rela tutup-mata &Β  garuk-garuk tanah saban kali lewat didepan Starbucks, JCo, restoran nasi kandar & kedai Thai-food πŸ˜› Berbungkus-bungkus teh Indonesia nan semerbak & mochacino yang ibu bawain dari Jakarta gue hibahkan buat Baim semuanya dengan hati (setengah) rela… Hehe, kidding.

Alhamdulillah, sekarang “drama-menyusui” tersebut sudah berangsur-angsur membaik (meski belum usai… perjalanan masih panjang !!). ASI mulai berproduksi lancar, Alma pun sekarang sangat-teramat lahap menyusui. Saking lahapnya, kalau nggak buru-buru dikasih eh dia jadi supercranky & mengeluarkan lengkingan soprano-nya dengan semangat ’45 (dan ini cukup mengerikan kalau terjadi pas tengah malam *ngelapkeringet* ). Kalau masalah inverted-nipples itu masih jalan terus… tetap ngilu-ngilu perih, tapi keberadaan breastpump manual sangat-sangat membantu. Trus, setelah baca artikel ini, gue nggak mau beli nipple shield deh. Mending mompa ASI lalu dikasih ke Alma pakai cup feeder atau syringe/pipet obat untuk anak-anak.

Hufff… ternyata, kalau mau benar-benar total breastfeeding itu butuh modal lebih dari sekedar niat gede ya’. Serius. Selain memperkaya diri dengan berbagai ilmu & informasi, yang nggak kalah penting adalah kesabaran & ikhlas. Sekarang masih suka merinding kalau ingat sakit-sakitnya waktu mompa di nursery & saat setengah mati ngumpulin tetes-tetes ASI via mompa. Kalau saja waktu itu gue nyerah sama keadaan fisik & psikis gue… mungkin sekarang belum tentu Alma masih minum ASI. Tapi ya itu tadi, perjalanan masih panjang : maju terus pantang mundurrr ! πŸ˜€