Hehee, ini dia salah satu minuman kesukaan gue : SUSU ! Mau dipakein rasa cokelat, ditenggak plain begitu aja, disulap jadi milk pudding, dimasak bareng bubur havermut, dibikin jadi yogurt & keju, atau dicampur sama teh assam… apapun yang ada susunya, gue sukaaaa 😀 Kalo inget ceritanya nyokap-bokap, beliao2 bilang sedari kecil gue minum susu sapi kayak nenggak air putih aja. Pernah sehari bisa minum lebih dari seliter ! Hasilnya : sudah pasti berat badan naik & jadi ginuk-ginuk 😆 Sekali waktu pas check-up & ngukur massa + kepadatan tulang, dokternya bilang tulang gue bagus & masif. Gue bilang, dari kecil gue doyan nenggak susu. And the doctor said : keep it that way 😀 Hohoo, satu lagi manfaat dari dicekokin susu sedari kecil 😉

Pas sekarang hamil pun, susu jadi salah satu minuman wajib-tenggak. Tapi susu UHT biasa, bukan susu hamil yaa… rasa-rasanya lidah ini lebih sreg minum susu UHT biasa aja, yang putih plain itu tuh. Nggak suka aja sama rasanya susu hamil; selain terasa “artificial” & eneg di lidah, trus kok ya nutrisinya jadi dobel-dobel gitu ? I mean, susu hamil kan udah difortifikasi dengan seabrek-abreg vitamin & zat-zat “bergizi” lainnya (e.g asam folat & zat besi)… nggak heran harganya pun lebih mahal daripada susu UHT biasa. Trus dari dokter pun gue diresepin suplemen vitamin hamil (termasuk zat besi-asam folat). Tambah lagi ekstra vitamin. Kalo udah minum susu hamil + minum suplemen vitamin, yah mubazir aja… lha gimana nggak mubazir kalo bayar mahal untuk kelebihan vitamin yang ujung-ujungnya kebuang lewat pipis, atau menumpuk di organ hati ? 😆 Ini cuma opini gue aja lho; Mungkin lebih jelasnya tentang daily intake & kebutuhan vitamin harian/individu ini enakan dibahas sama ahli gizi ya. Cuma gue lebih memilih cara yang ekonomis : minum susu UHT plain plus makan vitamin hamil. Sehatnya pun sama ajah 😆 Toh segala sesuatu yang mubazir atau dobel-dobel belum tentu selalu baik 😉

Balik lagi tentang susu. Ngutip dari sini, sebenarnya yang disebut sebagai susu adalah :

… an opaque white liquid produced by the mammary glands of mammals; It provides the primary source of nutrition for young mammals before they are able to digest other types of food“.

OK, stop sampe : produced by the mammary glands of mammals >>> berarti kalau nggak dihasilkan dari kelenjar mammary-nya mamalia, bukan susu dong namanya 😉 Contoh : susu kedele, lebih tepat disebut sebagai “sari kedele”, karena dihasilkan dari juice/sari perasan gilingan kacang kedele. Biarpun warnanya sama-sama putih kental, sama-sama berupa emulsi (koloid) dari air-lemak-protein, & (katanya) kandungan gizinya nyaris menyamai susu sapi, tapi tetap… secara nature-nya sari kedele nggak bisa menyandang sebutan “susu”. Lha wong kedele kan tumbuh di tanah, bukan dihasilkan dari tetek mamalia betina 😆 Dan karena dari sononya udah bukan susu, sari kedelai tidak mengandung laktosa. Kalo menurut bokap (selaku ahli gizi), penyebutan “sari kedele” sebagai “susu” yah agak-agak deceiving ajah. Tapi terlepas dari definisinya, sari kedele ini bisa jadi pengganti-nya susu (sumber protein & kalsium alternatif) bagi para vegan, atau orang yang secara fisiologis nggak bisa mencerna susu (kena lactose intolerant, galactosemia, atau alergi susu).

Tapi… gue juga suka minum sari kedele 😀 Sebenarnya sih “suka”nya lebih karena kenangan sentimentil ya. Inget banget pas jaman SD dulu kalau ikut Eyang-Kakoeng senam pagi di Senayan, abis olahraga selalu diajak makan semangkuk bubur ayam Monas & minumnya… segelas sari kedele. Hummmm, yummy ! Bahkan kalau gue nggak ikut, pulang dari acara senam pagi sering dibawain sekantong sari kedele sama Eyang 😆 Lepas SD, sempet tuh lamaaa nggak hobi minum sari kedelai lagi, sampai kemudian saat pindah ke Penang. Begitu di Penang, wah… ternyata sari kedele a.k.a air soya adalah salah satu minuman populer disini ! Sama bekennya kayak teh tarikk & kopi-O 😉 Di tengah iklim pantai yang panas begini, menenggak segelas air soya dingin tuh rasanya segerrrrr & bikin badan adem. Apalagi disini banyak dijual air soya yang dimanisin dengan gula perang (brown sugar)…  my favorite !! 🙂 Rasanya sangat-sangat lezaaaat 😆 Sari kedele ini juga gue minum kalau di dekat rumah lagi nggak nemu jualan air kelapa muda.

Jadi yah selama hamil ini, dua minuman wajib-tenggak adalah susu UHT plain & sari kedele. Untuk susunya sendiri, gue lebih milih yang di kartonnya tercetak kata fresh milk. Kalo stoknya habis, barulah minum yang low-fat milk , atau full-cream milk. Sehari minum segelas atau dua udah cukup-lah buat suplai kalsium & vitamin D bumil… kadang-kadang diselingi dengan makan yogurt + topping kismis & madu, atau roti isi keju 😉 Yang penting dalam sehari harus makan/minum seporsi susu & produk susu.

Hehee… bicara tentang jenis-jenis processed milk ini, gue jadi inget sama kejadian pas SMU kelas 3. Waktu itu lagi pelajaran biologi, ngebahas tentang kerja hormon yang ada hubungannya dengan mammary glands. Pak Bangun Pardede, guru biologi yang ngajar, bilang kalau sebenarnya susu-susu yang dijual di toko itu udah bukan berupa susu segar lagi karena sudah diproses (baik itu pasteurized, atau lewat proses UHT). Trus ada teman gue ada yang tanya : Tapi kok di kardusnya (kayak susu Ultr*), dibilangnya “susu segar” ?? Berarti itu harusnya beneran susu segar dong ?

Pak Bangun pun menjelaskan : kalo udah diproses di pabrik mah bukan “segar” lagi namanya… meskipun YA, susu tersebut dibuatnya memang dari susu segar hasil perasan dari sapi betina (iya laaahh, masa’ sapi jantan ? 😆 ). Again, kalo udah diproses di pabrik ya nggak seharusnya disebut sebagai “susu segar”; penyebutan embel-embel kata “segar” itu cuma trik dagang aja.

Tapi ealah… setelah penjelasan pak Bangun tersebut, teman gue itu masih aja ngotot kalau susu UHT dalam kemasan karton tetrapak adalah “susu-segar”, sebagaimana yang dicantumkan si produsen susu di kemasannya. Mendengar muridnya yang masih keukeuh surekeuh ngotot, Pak Bangun menghela napas & bilang :

“Kau mau minum susu segar, hee ? Kau ambil seekor sapi betina, lalu kau netek-lah langsung dari itu sapi !! Itulah BARU susu segar, yang kau minum langsung !”

😆