Hamil itu butuh pengorbanan (yang tidak sedikit). Termasuk meninggalkan beberapa hal yang dulunya jadi kesenangan pribadi. But i don’t mind… kalau demi kesehatan diri & si-baby, hal-hal yang dulunya jadi kesenangan pribadi terasa nyaris nggak berarti saat harus dikorbankan… in fact, dengan rela hati gue tinggalkan sejenak πŸ˜† A healthy mum makes a healthy baby, insya Allah.

Beberapa hal yang kini rela gue tinggalkan sejenak adalah : makan makanan pedas & berbumbu kuat (bye-bye nasi kandar & roti canai kari), makan es krim & cemilan manis, pakai sepatu high-heels & stiletto (bukan pilihan yang bijak saat kaki harus menopang tubuh dengan perut melendung besar diatas sepasang high-heels), serta… minum kopi & teh kental.

Kalo boleh jujur, yang terakhir itulah yang (boleh dibilang) paling sulit πŸ˜†

I’m not a java-addict; tapi suka aja menikmati kopi. Menikmati kopi & teh adalah salah satu ritual suci dalam menikmati hidup. Serius. Apalagi kalo aroma kopinya dikombinasikan dengan aroma susu, roti bakar isi gula, wangi kertas buku bacaan, bau hujan & cuaca dingin…. wah, MANTAP ! πŸ˜† Makanya pas kmaren mudik & Ayah asyik menyangrai biji kopi luwak, menggiling & menyeduhnya untuk diminum… gue cuma bisa berurai air liur setelah menghirup aroma kopinya sambil termehek-mehek kronis πŸ˜† Siksaan banget lah, kopi luwak pula. Tapi akhirnya ayah akhirnya nggak tega & mengizinkan gue untuk nyicipin sebanyak satu sendok teh saja).

Sebenarnya, gue malah lebih nyandu minum teh. Sebelum hamil, sehari bisa minum sampai 4 gelas teh seduh; mostly seduhan yang kental. Favorit gue : teh Tong Tji dengan sedikit gula, atau gak pake gula samasekali. Bisa dibilang lebih rajin minum teh daripada minum air putih (nggak baikΒ  juga sih ini). Begitu hamil… baru megang bungkus kopi aja, gue langsung dipelototin Baim πŸ˜† Wahai suamiku… kasihanilah ibu hamil ini, aku kan cuma mau ngendus-ngendus baunya aja πŸ˜† Tapi khusus untuk teh, Baim ngasih “keringanan” : boleh minum teh supaya morning-sickness (atau dalam kasus gue = all-day sickness) nya reda; tapi… harus teh encer.

ikeamilkfrotherBalik ke kopi lagi…

Saking sukanya minum kopi-susu, inget deh pas sebelum hamil gue sempat nitip milk-frother IKEA ke Aca (temannya Baim), kalau Aca pulang ke KL. Cita-citanya : kalau udah punya milk foamer, ntar kan bisa bikin cappucino sendiri πŸ˜† Kalau beli coffee machine yang ada milk steamer+foamer-nya… bujubusett, harganya nyaris sama kayak beli laptop baru πŸ˜† Kemudian dapet laporan dari Aca kalau si milk-frother ini baru restocked pas Oktober kemarin. Yah dijadiin nitip aja deh, mumpung Aca-nya bisa ke KL & melipir ke IKEA. Yang penting punya milk-foamer dulu πŸ˜€

Setelah milk frother-nya sampe’ di tangan… baru deh kepikiran : mau dipake’ buat bikin apa ya, kalo minum cappucino aja nggak boleh ? πŸ˜† Sayang sekali kalo baru bisa dipraktekin setelah dibolehin minum kopi πŸ˜› Tapi untungnya… gue boleh minum Hot Cocoa;Β  maka jadilah si milk-frother langsung didaulat untuk membuat Hot-Cocoa, dengan gundukan topping busa susu yang lembut & gurih πŸ˜‰

Membuatnya pun cukup mudah : 1 sdt bubuk cacao diseduh bersama 1 sdt gula & 100 ml air panas, aduk rata. Di cangkir yang akan dipakai untuk minum cocoa, kocok 70 ml susu hangat pakai milk-frother sampai jadi busa tebal & busanya “naik”. Kemudian, tuangkan seduhan cocoa yang masih panas ke kocokan busa susu. Jangan diaduk. Hiasi bagian atas busa susu dengan taburan choco-granule, atau semprotan whipped cream manis & sedikit taburan bubuk kayumanis. Kalau pakai whipped cream… mungkin hasilnya akan lebih menggoda, seperti ini πŸ˜† Tanpa dihiasi whipped cream, hasilnya seperti ini :

hotcocoa

… tetap, sama nikmatnya. Apalagi kalo dinikmati bersama biscotti atau sepiring cheesecake.

Akhirnya, inilah pregnancy indulgence gue yang baru πŸ˜†