Hehee, sedikit curhat : gue sedang kangen dengan profesi-mengajar yang sudah “absen” setahun lebih 😉 Ngajar anak-anak SMP memang banyak suka-dukanya, banyak ceritanya, serta banyak  ‘tantangan’nya. Bukan hanya tantangan dalam mengajar dari materi pelajaran, tetapi juga tantangan besaaar yang tersembunyi di balik kata PUBERTY 😆 ABG, gitu loh. Dulu kalau melihat polah-tingkah ajaib dari murid-murid gue, kadang-kadang gue suka ngebatin sendiri : “Walah, jadi kayak begini yah polah-tingkah gue waktu dulu pas ABG ??” 😆

Jujur yah… secara umum, profesi guru masih sering “dipandang sebelah mata”.  Gue pernah merasakannya, saat  mendapati reaksi orang yang bertanya tentang pekerjaan gue & mendengar jawaban “Guru SMP” dari mulut gue. Beberapa diantara mereka cuma membalas dengan gumaman “Oh… guru”. Beberapa diantaranya mengajukan balasan standar seperti “Enak gak jadi guru ?”, bahkan nggak jarang merambah ke pertanyaan yang sangat-sangat nosy : “Jadi guru tuh bukannya gajinya kecil ?? Kok lo mau sih ??” (*bukan urusan lo, kaleee*). Lainnya ada yang membalas dengan balik bertanya : “Emangnya gak pusing ya elo, ngajar anak seumuran ABG gitu ?”.

Mau dipandang sebelah mata, ataupun sepasang mata… I don’t care. Soal enak-atau-nggak-enak, itu masalah pilihan… i mean, dalam bekerja kita bisa selalu memilih untuk menikmati apa yang dikerjakan, atau menenggelamkan diri dalam keluhan ketidakpuasan. Soal gaji, like i said, none of your business… kalo gue bilang gue digaji setara expatriates, lu mau apa ?? 😉 Kalo soal pusing-atau-nggak, itu juga relatif 😆 Pernah pusing bangeeet, tapi pernah juga senang banget. Namanya juga bekerja untuk hidup, yah.

Setiap pekerjaan memang punya “seni”nya masing-masing, itu yang  gue percayai. Tetapi untuk profesi guru, ingredient “motivasi” memegang peranan penting. Mengajar anak-anak usia ABG membutuhkan ekstra dorongan semangat & kemauan. Ekstra, untuk memahami segala sikap “ajaib”, haru-biru & dinamika jiwa murid-murid ABG tersebut ditengah pencarian mereka akan jati diri. Been there, done that… semangat & kemauan kuat itu nggak setiap saat dirasakan selama mengajar.  Ada kalanya gue merasa pusing-gila & pengen-jambak-jambak-rambut-sendiri saat menghadapi polah-tingkah ajaib (kalo nggak bisa dibilang demonic yah) ABG-ABG tersebut. Ada kalanya gue sedih & marah, saat mendapati hal-hal yang ternyata diluar usaha gue untuk merubahnya.  Tetapi semangat tersebut akan “tumbuh” lagi manakala melihat bahwa dulu, gue pernah berada di posisi mereka, pernah jadi ABG juga. Ini adalah sebuah keuntungan, dimana dari situ gue selalu balik lagi bertanya ke diri sendiri : “Kalau dulu pas gue masih ABG dan melakukan kekonyolan ini, gue ingin diperlakukan seperti apa dan harusnya diperlakukan bagaimana ?”. Pikiran itulah yang jadi “penyelamat” kewarasan gue saat menghadapi ABG-ABG tersebut 😉 Semangat & kemauan ini juga mampu kembali “naik” manakala melihat keingintahuan di mata murid-murid saat mempelajari hal-hal baru. Serius, remaja itu punya otak yang brilian & kreatif, kalau saja mereka “diarahkan” untuk belajar membuat prioritas & nggak terlalu menuruti “hormonal rage” yang sedang mereka alami 😉

Sesering apapun semangat & kemauan itu naik-turun, itu semua selalu menjadi starter dari keyakinan bahwa murid-murid yang tingkahnya nyaris bikin gila itu adalah “bibit” yang harus disemai dari hari-kehari, di-nurture, dibentuk serta diawasi… sebelum tumbuh menjadi pohon yang kokoh & menghasilkan entah buah-buah kebaikan yang manis atau kerindangan & keteduhan bagi orang di sekitarnya.

Beberapa hari yang lalu, gue baru selesai baca bukunya Paulo Coelho, The Witch of Portobello. Hehehe, nggak ada hubungannya sih dengan profesi keguruan. Tapi ada satu potongan kalimat yang menarik. Isinya mengingatkan gue akan tujuan yang harus dimiliki seseorang saat memberikan ilmu mereka, in terms of educating… not only teaching :

What is a teacher ?

It is not someone who teaches something, but someone who inspires the student to give of her/his best, in order to discover what she/he already knows.

Pas baca itu, gue jadi malu sama diri gue sendiri. Inget bagaimana pas dulu mengajar. Jadi mikir juga, apakah gue udah punya semangat yang bisa bikin murid-murid terinspirasi seperti itu saat belajar ? Memang, hidup manusia itu naik-turun… kadang sedih, kadang senang. Tapi nggak peduli mau naik-turun ato belok-belok, mau sedih ataupun senang, passion yang seperti Paulo Coelho bilang di atas  adalah benar. Somehow, apa yang saat ini sedang dibentuk akan berbekas di tangan-tangan kecil yang selama ini dibimbing & diajar. Mungkin bukan sekarang, tapi nanti.

😉