Pas kemarin pulang ke Bogor, Mutia sempat cerita ke gue : “Kak, Abah udah ngerencanain lho mau makan-makan kemana aja pas kakak kesini. Kata abah : ‘Ia, malam ini kita ke Sate Gate… trus besoknya Aini kita ajak ke Seafood Bang Beni… Trus, trus…’ “

Gue ketawa ngakak, “Gak nyangka ya Abah seneng juga jalan-jalan makan-makan.”

“Ya seneng-lah Kak… lagian kan mumpung anak-mantunya dateng, hehe…”

Akhirnya setelah siang hari menyantap Sate Gate, malamnya kami ke sebuah resto seafood yang baru dibuka. Kali ini, tempatnya di bilangan dekat Warung Jambu, dekat banget dari rumahnya Abah. Nama resto-nya : Warung Seafood Bang Beni. Hummm… kalo gue boleh nebak ya, pasti yang punya warung seafood ini namanya Bang Beni… bukan Mas Joko (*sotoy*)Β  πŸ˜†

dsc084422

Biar gak ribet nyebutnya, untuk selanjutnya mari kita sebut Warung Seafood Bang Beni ini sebagai WSBB πŸ˜‰ Menurut gue, kekurangan dari resto ini cuma satu : letaknya didalam kawasan perumahan (Indraprasta), instead of tepat di pinggir jalan raya… dimana kalau di pinggir jalan besar pastinya akan lebih “terlihat” sehingga banyak disinggahi. Meskipun resto WSBB ini terletak didalam lingkungan perumahan, jalan menuju kesana-nya cukup mudah. Akses jalannya juga bagus. Dari arah Jl.Pajajaran, sampai di perempatan Warung Jambu – Pajajaran belok kanan ke arah perumahan Bumi Indraprasta… naik ke atas, setelah melewati Keuken Oak cafe bakal ketemu sama plang penunjuk resto WSBB seperti di atas &Β  ada belokan jalan kecil ke kiri. Belok kiri, deh. Teruuuus aja jalan, sampai ketemu plang tinggi-besar bertuliskan nama restoran tersebut. Sampai deh πŸ˜‰

Pas malam itu kesana, parkiran resto-nya cukup luas, tempatnya pun bersih, nyaman & lega. Bisa pilih : mau makan gaya table-dining di dalam ruangan, atau makan di saung-saung berkelambu di taman resto πŸ˜‰ Kalau malam itu dinner berdua aja sama Baim, kayaknya sih enakan makan di saung berkelambu dengan cahaya lilin yaaa πŸ˜† Tapi akhirnya kami ber-4 memilihΒ  makan didalam resto. Malam itu, pengunjung resto-nya sih sedikit… dari pengamatan gue, ada sekitar 3 saung yang occupied oleh keluarga2 kecil; sementara di dalam ruangan, cuma kami ber-4 yang makan πŸ˜›Β  Dengar2 sih, resto WSBB ini justru ramai & penuh diserbu oleh pengunjung di saat weekend… terutama pengunjung2 dengan mobil ber-plat B, katanya.

wsbb

Sebelum buka buku menu, Mutia & gue udah “bersekongkol” mau pesan hidangan kepiting. Tapi Mutia kemudian mewanti-wanti “Kak, kepiting yang saus padang sama lada-hitamnya tu lumayan pedes lho, Kak…”. Thanks for the precaution ya, Mut πŸ™‚ Waktu itu perutku memang lagi gak beres. Akhirnya kami pilih seporsi Kepiting Masak Saus Singapura (Singaporean Chili Crab), isinya digabung antara kepiting telur & kepiting super *slurrrrrppppps*. Untuk sayurnya, pesan Tumis Kangkung Bumbu Terasi. Ahmad kemudian mencetuskan ide-unik: “Pesan Sate Hiu, yuk!!”

“Hyaah ??? Sate Hiu ?? Ada ya disini ?”

“Ada… ! Enak lho, hehee !”

Wah… penasaran juga gue sama Sate Hiu ini… seumur-umur belum pernah gue mencicipi rasanya daging ikan hiu itu seperti apa. Bahkan di rumah makan Aceh-pun, gue belum pernah mencicipi laukΒ  Gulai Hiu. Ada yang pernah bilang, kalau daging hiu itu rada2 ekstra amis karena mengandung banyak senyawa amonia (or is it urea yah ? lupa gue). Plus, daging ikan hiu mengandung kadar senyawa-logam merkuri yang cukup tinggi (biasanya dalam bentuk metilmerkuri; sumber disini & disini) sehingga tidak bagus untuk dikonsumsi, terutama oleh anak-anak & ibu-hamil/menyusui. Resiko akumulasi senyawa berlogam merkuri lewat proses biomagnifikasi ini akan meningkat lagi kalau daging hiu yang dikonsumsi diambil dari ikan hiu yang hidup di laut terbuka & sudah dewasa (karena berada di posisi yang tinggi dalam rantai makanan, sebagai apex predator). Untuk info aja : selain ikan hiu, seafood lainnya yang tinggi kandungan senyawa logam merkuri ini adalah ikan marlin, ikan pedang (swordfish), king-mackarel, tuna (esp. bluefin tuna) & kerang (shellfish). Konsumsinya harus dibatasi sampai 1 porsi (kurang dari 170 gr) per minggu.

Waktu gue tanya ke waiter-nya pakai daging hiu jenis apa, dia menjawab jenis baby shark, atau jenis hiu karang yang ukurannya memang kecil. Well, boleh juga untuk dicicip nih, since hiu-nya masih kecil (jadi belum makan yang aneh2 πŸ˜› ). Tergoda juga akhirnya untuk pesan seporsi Sate Hiu lagi, pakai bumbu rica-rica πŸ˜› Tapi… kemudian gue jadi agak-agak kasihan & merasa bersalah melahap daging baby-shark… karena dengan melahap baby shark ini berarti gue turut berkontribusi terhadap pemusnahan bibit-bibit ikan hiu, yang mana ikan hiu ini sebenarnya punya peran penting dalam menjaga stabilitas ekosistem perairan terumbu & perairan lepas, hiksss…Β  πŸ™ (*dasar orang biologi !*)

OK, OK… gue berjanji untuk sekali ini saja nyicipin daging ikan hiu. Janji deh, sekali aja. Ihikss-ihikss.

Limabelas menit kemudian, pesanan kami datang… dimulai dari minuman, nasi & yang terakhir : sayur & lauk-pauk pesanan kami πŸ˜€ Mutia, Ahmad & gue udah menyeringai lebar saat melihat hidangan kepitingnya disajikan di meja kami… udah nggak sabar buat mengoperasikan alat-pemecah-cangkang yang disediakan untuk menggasak si kepiting…

dsc08436

Aaaah… lezzzat tiada tara πŸ˜† Perjuangan memecahkan cangkang capit kepiting yang kerasss itu sebanding dengan kelezatan daging lembut & tebal yang bersembunyi dibaliknya… bumbu kuahnya pun terserap pas didalam daging kepiting. Kuahnya melimpah, dengan citarasa yang “tebel”, cukup manis, asem, pedassss… tapi pedasnya nggak “membakar” πŸ˜› Dan kepiting telur-nya, walah… telurnya banyak. Kalau Mutia asik dengan kepiting super, gue konsen ke “mengorek-ngorek” telur-telurnya dari cangkang, terasa legit berbumbu !Β  Semangat banget deh gue πŸ˜†

dsc08439

Tumis Kangkung Bumbu Terasi-nya enak & wangi… tapi porsinya agak kecil yah. Meski begitu, aroma terasinya pas untuk masakan kangkung. Bakalan lebih mantap kalau sedikit lebih pedas πŸ˜› Surprisingly, hidangan Sate Hiu ini ternyata enak juga lho… dan dagingnya nggak amis (padahal pas gue cicipi, belum sempat dikecrutin pakai irisan jeruk nipis). Daging ikannya lembut, nggak liat seperti daging ikan-ikan laut pada umumnya. Trus bumbu satenya cukup menyerap & gurih ngebumbuin si daging sate. Yah… rasa bersalah gue agak-agak terhapuskan laaah setelah mencicipi sate hiu ini πŸ˜† Pas dicocol dengan sambal rica-rica… nah ini dia, baru “nendang”. Menurut gue, sambal rica-ricanya sedikit kurang asin dan rasanya lebih menyerupai sambal matah (?). Tapi perpaduannya cukup enak & like i said before : pedasnya “nendang”. Apalagi, ada samar2 aroma daun kemangi, hmmmm. Saking asyiknya melahap Sate Hiu bumbu Rica-Rica ini, gue sampai lupa sama Sambal Mangga Muda & Sambal Terasi yang disajikan sebagai condiment pelengkap makan malam itu, hehee.

Overall, masakannya lezat-lezat, with affordable prices. Pelayanannya juga rapih & sigap. Mungkin yang kurangnya cuma satu itu : lokasinya di dalam lingkungan perumahan, sehingga nggak kelihatan ramai & hype. Tapi… bisa jadi ini adalah keunggulannya : nggak perlu ngantri/nunggu lama pas mau makan disini πŸ˜†

Eniwei… September ntar pas pulang mudik, mau ajak Baim makan disini aaah… Kita ber-candlelight dinner-ria sambil lesehan di saung ya sayang πŸ˜‰

.

.

Warung Seafood Bang Beni (Sundanese & Seafood) :
Jl. Bima Raya Ujung, Perumahan Indraprasta, Warung Jambu – Bogor
Jam buka : 10.00 – 24.00 WIB