Bagi kebanyakan warga Malaysia, Penang kerap diasosiasikan dengan Jembatan Pulau Pinang, makanannya yang super-tasty (terutama nasi kandar & laksa!), serta Feringghi Beach yang cantik. Namun ibukota pulau Penang – Georgetown- memiliki banyak catatan sejarah yang terawetkan dalam bentuk bangunan-bangunan bersejarah peninggalan masa kolonial. Penang (dan Melaka) bisa dibilang memiliki jumlah bangunan bersejarah peninggalan masa kolonial terbanyak se-Asia Tenggara. Bangunan bersejarah di tersebut dirawat sedemikian rupa, tetap berdiri & berfungsi, seiring dengan berkembangnya kehidupan di kota tersebut. Georgetown serupa mesin waktu yang mampu menghadirkan keindahan masa lampau, dimana bangunan bersejarah berdiri tegak ditengah pertumbuhan kota, seperti old-lady anggun yang mengukuhkan keberadaanya diantara gedung-gedung cantik modern. Inilah yang membuat UNESCO menetapkan Georgetown-Penang (bersama Malaka) sebagai salah satu Kota Warisan Budaya, sejak Juli 2008.

Kekayaan budaya & sejarah kota Penang -Sang Mutiara dari Timur- ini tidak lepas dari lokasi strategis pulau Penang dalam jalur perdagangan di selat Malaka, dimana Penang merupakan kota pelabuhan & pintu masuk menuju selat Malaka untuk para pedagang dari utara. Sejak Captain Francis Light mendirikan koloni Inggris di pulau Penang (yang dipinjam British East India Company dari Sultan Kedah), kota ini tumbuh sebagai salah satu macan ekonomi di asia tenggara pada masa kolonisasi Inggris. Aktivitas perdagangan yang intents di Penang pun menjadikan Penang tumbuh penuh dengan percampuran budaya Inggris kolonial, Cina, India & Melayu. Di masa kini, banyak sekali warisan sejarah & budaya yang bisa dinikmati di area kota tua Georgetown… baik itu didalam keindahan bangunan-bangunan bersejarah masa kolonial yang dingin & angkuh, ataupun mengamati kebiasaan para warganya yang menjalani keseharian diantara kepulan uap teh tarik di warung nasi kandar India, aroma dupa kuil-kuil tua di chinatown & little India, serta keharuman nasi lemak sambal bilis melayu yang zesty… semuanya bercampur dengan aroma selat Malaka yang terbawa oleh angin laut.

Gue selalu pengeeeeeen banget menjelajahi tempat-tempat di Penang dimana kesibukan hidup masa kini hidup beriringan dengan keindahan masa lalu. Rasanya… undescribable, seperti melihat waktu yang terentang, menjalin mosaik-mosaik kehidupan masa lalu yang tersusun membentuk masa kini. Melihat kehidupan sehari-hari di daerah kota tua Penang layaknya seperti mengamati sesuatu yang terus tumbuh, namun tetap berakar.

Sesuai ketentuan dari World Heritage Sites – UNESCO, wilayah kota tua Georgetown dibagi menjadi zona buffer (buffer zone) & zona inti (core heritage zone). Pada awalnya wilayah kota tua Georgetown dibagi menjadi enam area, yang dikategorikan berdasar pada kepadatan aktivitas ekonomi & budaya yang tumbuh di masing-masing area tersebut. Namun saat mengusahakan proses restorasi,  keenam area tersebut ditata ulang & dibuat menjadi dua zona saja (zona inti & zona buffer (yang mengelilingi zona inti). Untuk mempermudah proses restorasi & memperjelas kategori bangunan yang berstatus sebagai peninggalan sejarah, maka dibuatlah beberapa prioritas kriteria untuk bangunan tersebut, seperti : bangunan tersebut harus berada di dalam zona inti; lalu, merupakan bekas rumah dari orang2 berpengaruh di Penang masa lampau (yang ini boleh memasukkan bangunan diluar kota tua); serta memiliki keunikan arsitektur budaya yang tidak lagi ditemukan pada bangunan Penang masa kini.

Nah, kebetulan… hari Minggu kemarin Baim & gue mendapat kesempatan untuk tinggal di sebuah penginapan di daerah Lebuh Farquhar (Farquhar Street)- Georgetown. Lebuh Farquhar masuk dalam bagian kota tua yang didominasi oleh bangunan bersejarah masa kolonial Inggris; kawasan peninggalan bersejarah dari masa kolonial Inggris ini merentang dari Lebuh Light, Lebuh Farquhar sampai ke Northam Road (a.k.a Jl. Sultan Ahmad Shah).

Gue & Baim memulai perjalanan kami dari Sungai Nibong. Untuk mencapai Lebuh Farquhar, pertama kami harus naik bus Rapid Penang U303 (tiketnya RM 1.5/orang) menuju Jalan Masjid Kapitan Keling (wilayah budaya India-mamak). Dalam perjalanan, bus yang kami tumpangi melewati Komtar, kawasan perdagangan & kompleks perkantoran modern pertama di pusat kota Georgetown. Yah… Komtar ini sering mengingatkan gue akan kawasan Aldiron-Melawai di Jakarta-lah… mirip, soalnya 😉

Bus U303 kemudian menurunkan kami di salah satu halte dekat Mesjid Kapitan Keling (mesjid tertua di Penang, later i’ll tell u the story 😉 ). Tadinya mau singgah sebentar di mesjidnya, cumaaa… berhubung gerimis sudah mengguyur, gue & Baim meneruskan perjalanan menuju Lebuh Farquhar (buru-buru jalan cepaaat, sebelum gerimisnya berubah jadi hujan deras 😛 ). Kami menyusuri Jalan Masjid Kapitan Keling, teruuuus sampai mentokkk, belok kiri, nah… udah deh, sampai di Lebuh Farquhar 😛 Di belokan menuju Lebuh Farquhar, kami berhenti sejenak saat bertemu dengan bangunan ini :

church-2
St. George's Anglican Church - Penang

St. George’s Anglican Church (1819), merupakan gereja anglikan pertama yang dibangun di wilayah Asia Tenggara (yah, mengingat saat itu yang berkuasa adalah British Imperium 😉 ).

church

Sebuah kubah berpilar putih di halaman Gereja tersebut adalah Monumen Francis Light Memorial, yang dibuat pada tahun 1886 untuk memperingati 100 tahun berdirinya koloni Inggris Penang yang pertama diperintah oleh Captain Francis Light.

francislight-1
Francis Light Memorial dome

Kami terus berjalan menyusuri Lebuh Farquhar & sampai didepan Penang State Museum. Museum ini letaknya bersebelahan dengan St. Xavier’s Institution; sebuah sekolah Roman Catholic (for boys) tertua di Penang, yang dibangun pada tahun 1852.

penangstatemuseum1
facade dari Penang State Museum
stxaverius
St. Xavier’s Institution : tampak atas (maklum, motretnya dari kamar hotel… hehee)

Sekolah St. Xavier’s Institution terletak persis di seberang hotel yang kami tempati 🙂 Gue & Baim melongo saat membuka jendela kamar yang kami tempati… dimana dari jendela kamar, kami disuguhi pemandangan bird-eye-view kota Penang… merentang sejauh dari pantai pelabuhan dekat Jetty (kami bisa melihat kerlip lampu dari pelabuhan yang sibuk), dengan pemandangan jembatan pulau Pinang di tengah,  sampai ke gedung Komtar 🙂 Sayang banget, Minggu sore itu cuacanya gerimis & berkabut. Tapi benar2 deh… pemandangannya kelas Presidential Suite, saudara-saudara… 😛

komtarbayview
Gedung Komtar, dari jendela kamar… dibelakangnya ada mendung menggayut 😛
penangbridge
Penang Bridge dari kejauhan; tipiiiis, tertutup kabut & gerimis

Sorenya begitu hujan mereda sedikit, gue ngajak Baim untuk turun & jalan-jalan ke Lebuh Leith, sekitar 100 m di belakangnya Lebuh Farquhar. Kenapa gue ngebet pengen kesini ? Karena ada sebuah rumah biru anggun berasitekstur Anglo-Sino yang dikenal sebagai the Blue Mansion, rumah kuno milik Cheong Fatt Tze, seorang taipan Hakka-Mandarin yang merajai perdagangan di pulau pinang pada tahun 1880-an.

cheongfatttze

Blue Mansion atau Cheong Fatt Tze Mansion ini letaknya tepat di tepi Lebuh Leith, membelakangi Hotel Continental & Hotel Cititel di Penang Road. Sayang sekali… pas kami kesana jam 5 sore, mansion ini udah tutup… huhuhu. Jadilah hanya bisa foto-foto dari luar pagarnya sajah. Hufff, pokoknya Senin besok, gue harus menyambangi rumah-biru ini !! tekad gue dalam hati 😀

cheongfatze5

cheongfatze3

cheongfatze6

cheongfatze-2

Rese’nya, pas lagi asik motret2 rumah-biru ini, tiba-tiba… BYURRRR, hujan turun mengguyur ! Nggak tanggung-tanggung, langsung deras sekaligus !! Dengan baju basah kuyup & sambil panik menyelamatkan kamera, gue & Baim langsung berlari balik menuju hotel. Huhuhu… acara evening-date kami terpaksa diundur jadi kencan-malam gara2 hujan deras 🙁

Tapi sebagai penghiburan, Baim mengajak gue untuk makan di Revolving Restaurant 😀 Huwaaaaa, senangnya… nggak jadi frugal-evening-date, tapi jadinya a-romantic-evening dinner…

…sambil memandangi indahnya Penang dari lantai 16…

revolving1
Lebuh Farquhar, St.Xavier's Institution & pelabuhan (di kejauhan)
revolving2
Georgetown berlatar belakang laut, Penang Bridge & daratan Seberang Prai
revolving3
Lebuh Leith & Komtar @ the evening

…dan kenyang, pastinya 😛

revolvingdinner
Butterfish with calamansi sauce, mutton stew, coriander shrimp, sauted broccoli & cauliflower, seafood ragout with mushroom & spinach in italian cream sauce, and... oh, Roast Duck (^^)

(… not to mention sebelum main course, appetizer-nya smoked-salmon salad & shrimp cocktail PLUS roast lamb & chicken galantine, lalu ditutup dengan lemon cheesecakes & Baskin n’Robins chocolate ice cream 😀 ).

… What a purrrrrrrrrfect evening-date ! Thank u soooo much, my deer Baim… mmmmuah !!

(^^)