Cerita ini diambil dari salah satu abandoned-notes dalam laptop gue. Waktu kuliah, gue membaca cerita ini di sebuah buletin kampus, tentang dialog anak & ayahnya. Gue terkesan aja akan pesan moral ceritanya. Lanjutnya, dengan mengandalkan sisa-sisa remah ingatan gue akan cerita yang gue baca tersebut, akhirnya gue mencoba untuk menulis-kembali cerita tersebut… yang mana kemudian itu tulisan “melapuk” & terlupakan aja setelah di-save & ditutup file-nya. Sampai akhirnya kebaca lagi, pas tadi iseng buka-buka folder lama.

Well… menurut gue sih kalo anak-dalam-cerita ini beneran melontarkan pertanyaan seperti yang tertulis dalam cerita, nih anak kalo nggak curious, ya “keketu” (kecil-kecil tua) aja yah, hehee 😛

*******

Eniwei, ceritanya kira-kira seperti ini : Pada suatu hari (halah), seorang anak bertanya pada ayahnya :

“Ayah, kenapa dua orang yang sedang berantem marah itu suka berteriak satu sama lain ?”

Sang Ayah terdiam mendengar pertanyaan anaknya ini.

“Padahal ,” lanjut anaknya, “mereka berdua berdiri dekat satu sama lain… Harusnya mereka bisa mendengar yang lainnya berbicara tanpa harus teriak-teriak…”

Sang ayah berpikir sebentar. Kemudian, dia menjawab :

“Nak, saat orang-orang itu sedang marah, mereka bisa saja berdiri berdiri dekat satu sama lain… Tetapi sebenarnya,  hati mereka berdua menjadi terpisah jauuuuh sekali . Kalau kamu lagi marah dengan seseorang, apakah kamu mau berada dekat-dekat dengan orang itu ?”

“Nggak mau, ah ! Aku memilih untuk jauh-jauh aja “ jawab si anak

“Hal yang sama juga terjadi pada hati manusia, Nak…” si ayah menjelaskan, “Rasa marah ini, membuat hati mereka jadi saling menolak & semakin menjauhi satu sama lain.
Lantas Nak, kalau kamu berada jauh dari orang lain dan ingin orang tersebut mendengar apa yang kamu ucapkan, apa yang akan kamu lakukan, Nak ?” tanya si ayah lagi.

“Uhm… Berteriak keras-keras, supaya orang itu bisa mendengarku, Yah !” jawab si anak

Si ayah tersenyum & melanjutkan, “ Begitupula dengan hati, Nak. Setelah hati mereka terpisah semakin jauuuuh, sebagai akibatnya, mereka berusaha berteriak satu sama lain… Kenapa berteriak ? dengan berteriak, mereka berharap lawan bicaranya bisa mendengar apa yang mereka hendak mereka katakan.
Namun anehnya, Nak… saat semakin keras mereka berteriak , mereka berdua malah merasa semakin marah. Kamu marah nggak, kalau dengar orang lain berteriak-teriak kepadamu ?”

“Iya, aku bakalan marah Yah..” jawab si anak

“Seperti yang ayah bilang tadi, kemarahan hanya akan membuat jarak antara hati bertambah jauh. Karena jarak antara hati mereka tambah semakin jauuuuh, mereka akan berusaha untuk berteriak lebih keras lagi agar yang lainnya bisa mendengar.
Saat mereka berteriak lebih keras lagi, mereka malah merasa semakin bertambah marah. Dengan marah-marah, hati mereka akan menjadi semakin jauuuuuh lagi jaraknya… “

“… dan mereka akan berteriak lebih keras lagi, supaya bisa semakin didengar, namun yang ada mereka malah semakin marah, Yah..” ucap si anak, menyambung pennjelasan ayahnya.

Si ayah tersenyum, “Betul. Kira-kira seperti itulah, kenapa orang yang sedang marah cenderung untuk saling meneriaki satu sama lain.”

*Rupanya, inih anak memang beneran “keketu” & rasa ingin tahunya tinggi alias selalu penasaran (Nggak apa-apa Nak, itu tandanya kamu berpikir 😛 ). Setelah beberapa saat terdiam, kemudian si anak bertanya lagi : “Lantas Yah, gimana dong supaya hati mereka bisa mendekat lagi, sehingga mereka bisa saling bicara & mendengar ucapan satu sama lain, tanpa perlu saling berteriak ?”

*******

Nah… kalau seandainya anda -para pembaca- menjadi “sang ayah”, anda akan menjawab apa ?

😉

Soalnya, gue juga sedang berusaha menjawab pertanyaan yang sama.

.

.

.

.

*) Bagian yang terakhir ini sih sebenarnya hasil improvisasi & imajinasi gue sendiri (baca=ngarang) 😛