Sekitar Februari 2009, saat hujan sedang deras-derasnya mengguyur Jakarta selama berminggu-minggu (dan Penang tetap panas-kerontang 😛 ), ibu sempat kirim sms gini ke gue : “Kak, semua barang-barang di kamar kamu & di laci bawah tempat tidur kamu ibu pindahin ke kardus-kardus & disimpan di gudang ya… terutama buku-buku kamu. Ngeri banjir, soalnya”.

Ini bisa dimengerti karena banjir di Jakarta (terutama di lingkungan perumahan ortu) nggak pernah terduga kemunculannya. Karena masih trauma sama kejadian banjir besar tahun 2007 silam, kalo misalnya hujan turun deras mengguyur & selama seharian nggak berhenti-henti… langsung deh bawaannya kukut-kukut mengangkut semua yang mampu diangkut ke  lantai atas. Jadi, gue nurut-nurut aja pas ibu bilang akan merelokasi semua barang-barang gue di kamar. Hanya saja saat membayangkan tumpukan buku di kamar gue, kasian juga ibu kalau membereskan semuanya sendirian… soalnya banyak & berat bo’.

So, begitu kemarin pulang ke Jakarta… salah satu yang gue lakukan adalah mengecek kondisi buku & barang2 gue yang direlokasi oleh Ibu 😀 Alhamdulillah semua buku dalam kondisi baik, nggak lembab berjamur. Ibu juga memisahkan & menyimpan majalah dan piranti alat-tulis gue ke dalam kotak yang berbeda, sehingga mudah untuk di-cek tanpa ngeberantakin kardus lainnya. “Oia, buku-buku yang Ibu mau baca juga ibu pisahin ya Kak… hehe, pinjem gitu, kan ibu pengen baca juga… sekarang di rumah udah sepi sendirian aja…” tambah ibu. Hehe, inilah enaknya kalau ibu & anak sama-sama punya hobi baca buku 😀

Selesai mengecek kondisi buku-buku, berikutnya giliran kotak piranti alat-tulis. Buku notes,  pensil, pulpen, spidol, pensil warna, krayon… semuanya disimpan dalam satu kotak itu. Hehe, kayak piranti alat-tulisnya anak kecil ya ? Maklumlah waktu dulu masih mengajar, wajib hukumnya punya “peralatan perang” yang lengkap.

Saat gue mengacak-acak isi kotak… mata gue tertumbuk pada sebuah buku kecil tebal berwarna pink. Sampulnya bergambar kupu-kupu yang terbang di atas ladang bebungaan &  seorang gadis kecil yang berlari mengejar kupu-kupu tersebut. Tulisan “My Diary” tercetak di bagian atas sampul.

Melihat buku ini, gue jadi cengengesan geli… teringat bagaimana dulu buku itu bisa sampai ke gue.

Hal yang paling menarik untuk diamati saat dulu gue mengajar ABG kelas satu SMP adalah :

1. Murid-murid menciptakan kasta-sosial dalam lingkungan pergaulan mereka di sekolah dengan cara yang unik (sebutan lainnya = tragis), dimana setiap gank atau murid punya standarnya masing-masing tentang siapa yang dikelompokan ke kasta2 tersebut. Kasta-kasta tersebut (sesuai tingkatan prioritasnya) adalah : 1. Teman se-gank; 2. gebetan, taksiran, atau pacar; 3. Mereka yang diingat hanya saat mengerjakan tugas project & menjelang ulangan; 4.Amuba.

2. Betapa kocak & noraknya murid-murid itu saat dilanda cinta monyet. Well… ini sedikit-banyak jadi mengingatkan gue juga, betapa “norak-norak-bergembiranya” diri ini saat didera cinta pertama 😛 Ada murid yang setiap pulang sekolah jadi langganan curhat tentang cowok yang ditaksirnya; ada pula yang selama jam pelajaran jadi nggak konsen karena terus-menerus memandangi cewek yang dia taksir;  ada murid cowok yang biasanya talkative berubah menjadi cool-calm-and-kuli saat cewek yang ditaksirnya hadir. Malah, ada pula murid-murid perempuan yang berantem-frontal sampai teriak-teriak, demi memperebutkan perhatian seorang cowok (… lebai abis… i blame the Sinetron; it gives bad example for kids).

Satu murid yang paling gue ingat kisah-cinta-pertamanya adalah Ary*.

Kalau saja umur gue berkurang 15 tahun & jadi teman sekelasnya Ary, pasti gue juga bakal naksir sama do’i 😛 Tinggi, putih, berambut ikal, bermata sendu dengan curly-eyelashes & ganteng, Ary adalah idaman murid-murid cewek di cluster yang gue ajar. Plus pembawaannya baik hati, kalem & tidak sombong (serta rajin menabung & membantu ibu di rumah 😛 ). Nyaris bisa dipastikan, bagi setiap cewek di sekolah, Ary tergolong dalam kasta nomor 2. Hanya saja… dibalik kegantengannya, Ary berpembawaan tertutup, terutama kepada makhluk berjenis “cewek”.

Ary sering memilih ikut dalam project sains dibawah bimbingan gue; diantara  diskusi kami, dia sering bercerita tentang kesehariannya, keluarganya, teman-temannya & kegemarannya akan lagu-lagu Bob Marley & Stevenz and The Coconut Trees; tapi tidak pernah satu kalipun dia bercerita, atau bahkan memperlihatkan sifat-sifat yang menjurus kepada “kegilaan-saat-dilanda-cinta-monyet” (seperti yang banyak diperlihatkan oleh teman-teman seusianya saat itu). Sebenarnya, mungkin aja Ary udah merasakan gejolak-cinta-pertama… (kayak judul pilem remaja di tahun 80’an ya ??). Cuma gue gak tahu aja, karena nggak pernah iseng bertanya ke Ary ttg siapa cewek yang dia suka. Simpel; karena gue pikir, biasanya cowok lebih “sreg” untuk cerita tentang “cewek-yang-dia-suka” ke sesama-teman-cowok. Atau minimal, ke cowok yang lebih dewasa. Pokoknya ke sesama-cowok lah.

Suatu hari, Ary jadi lebih diam dari biasanya. Matanya yang udah sendu, jadi tambah sendu. Saat mengerjakan project, kerjaannya hanya mematut-matut bayangan di kaca jendela, lalu menghela napas & menghembuskannya kuat-kuat… yang mana itu adalah salah satu pertanda LAGI BANYAK PIKIRAN 😛 Dan sepanjang pengetahuan gue, remaja kalau lagi banyak pikiran, biasanya bersumber dari 3 hal : 1. peer pressure, 2. masalah di rumah, 3. MASALAH CINTA 😉

Saat gue tanya “Ary, are you OK ?”, Ary hanya melengos & menjawab “Gak apa2, Miss… I’m OK…”, lalu kembali menekuri halaman buku projectnya… tapi cuma buat nyoret-nyoret gak jelas pake pulpennya.

Gue tanya lagi : “So, why do you keep sighing all the time today…?”

Ary terdiam, tertunduk. Gue lihat semburat merah mulai mewarnai pipinya. Oh, OK then…

If you have something to asked,” lanjut gue, “…or wish for me to answer, don’t hesitate to tell me, ya.”

“OK, miss… I will.” jawab Ary, kemudian kali ini kembali mengerjakan projectnya. Kids… pikir gue, …you can’t forced them to instantly tell you what they’re dealing with.

Tidak lama kemudian, bel tanda pergantian pelajaran berbunyi. Murid-murid membereskan project mereka & menyimpannya dalam folder masing-masing. Tiba-tiba, Ary datang ke gue & bertanya :

“Miss, miss suka warna apa ?”

“…Eh ?”

“Do you like pink, miss ?”

“Yes, i like pink. Kenapa, Ary ?”

“Ngggggggg…..”

“…. ?”

Tiba-tiba Ary menyodorkan sebuah benda berwarna pink kepada gue, raut mukanya aneh. “Missmaudiaryininggak ???” tanya Ary dalam satu helaan napas, buru-buru.

Melihat gue terdiam mencerna pertanyaannya, Ary mengangguk & bertanya : “Miss mau diary ini ? Mau ya Miss…?”

“Wah… it’s very nice of you, Ary…” ucap gue sambil menerima diary pink itu dari Ary, “Thank you..”

Ary tersenyum kecil, “Your welcome, Miss…” jawabnya, lalu berbalik & berjalan ke luar kelas, dengan langkah diseret lunglai.

Sepeninggal Ary, diary itu gue letakkan di atas meja. Seusai jam sekolah, gue memamerkan diary pink baru gue ke Pria (guru Math partner-gue-sekelas), dengan gaya sok-imut-ih-najong-banget :

“Pria, Pria… gue dong dikasih kado diary…”

“Kado dikasih sama siapa, ms.Aini ?”

Gue menyodorkan diary pink tersebut, “Dikasih sama Ary. Hihiii… lucu ya, pake’ ngasih2 diary segala…”

Di luar dugaan gue, Pria malah balik berseru kaget, “Lho ??? Kok diary-nya ada di Aini ????”

“Lah, maksud lo ???” tanya gue, bingung “Kan ini dikasih sama Ary…! Tadi tu anak sendiri yang ngasih ni diary ke gue. ‘Mangnya knapa ??”

Seketika, Pria malah ketawa geli. Lah, orang aneh… abis kaget, dia malah ketawa ngikik-ngikik, batin gue.

“Heh, ketawa mulu… emangnya knapa, Pri ??”

“Kapan si Ary ngasihnya ?” tanya Pria sambil menggeret sebuah kursi untuk duduk.

“Tadi, pas jam PDR-science” jawab gue, masih terheran-heran, “Kenapa sih, Pri ??”

“Ternyata…nggak jadi dikasih ke Lia, eh malah dikasih ke ms. Aini. Dasar si Ary, dia malah bilangnya  ke aku, kalau diary itu mau dia simpen aja.”

“Heee..??”

Lia adalah salah satu murid kelas gue & Pria. Di hati nyaris-semua-murid-cowok (termasuk Ary), Lia masuk dalam kasta nomor 2 karena supel, pintar & cantik-serupa cewek di komik jepang. Cerita Pria pun bergulir; beberapa minggu terakhir ini ini Ary suka curhat tentang Lia ke Pria. Kata Ary, dirinya suka sama Lia. Sampai di suatu saat, Ary bertanya ke Pria : “Mister, aku bilang nggak ya ke Lia kalau aku suka sama Lia ?”

Pria bertanya balik, “Kamu pengen atau nggak, si Lia tahu kalau kamu suka sama dia ?”

“Mau, mister… tapi aku takut !!!”

“Yah… kalau kamu takut, Lia nggak akan pernah tahu dong…”

Setelah mengumpulkan segenap keberanian & memodali diri dengan diary lucu berwarna pink (yang dia comot dari sisa isi bingkisan ulang tahun sepupunya, hihihiii…), Ary memutuskan untuk dengan gagah-berani “nembak” Lia.  “Aku mau bilang ke Lia, mister !!”, ucap Ary saat pagi harinya, mukanya masih cengengesan sumringah.

“Tapi tadi pas jam PDR Science, mukanya kayak orang bingung gitu ah, Pri…” ucap gue, “Apa jangan-jangan…”

“Nah, itu dia…” Pria memotong, “Tadi pas lunch-time, si Ary mau ngasih diary itu ke Lia. Cuma pas ketemu, ternyata si Lia lagi ngerubung bareng teman-teman se-gank-nya…”

“Kok lu tahu ???”

“Si Ary barusan cerita ke aku,” jawab Pria, “Katanya Ary pas dia mau ngasih diary itu, tiba-tiba temen-temennya Lia pada ketawa cekikikan sambil bilang : “Cieeeee…cieee Ary…cieeeee !!!”. Trus Lia-nya juga ikut ketawa cekikikan. Ya udah, si Ary jadi malu… jiper. Trus pergi deh, nggak jadi ngasih diary itu…”

“…Dan nggak jadi bilang suka,” sambung gue “…pergi sambil mengumpulkan remah-remah harga dirinya, yang berceceran disana-sini”.

Pria ngakak saat mendengar deskripsi gue akan patah-hatinya Ary. Lalu berkata : “Iya… trus si Ary bilangnya ke aku : “Diarynya mau aku simpen aja, Mister”. Dasar…”

Kasus si Ary & Lia ini memang ironis sekali, saudara-saudara… Ironis, karena bagi Ary, Lia-lah yang dianggapnya berada di kasta nomor 2 nan mulia itu… namun bagi Lia, Ary masih mentok menghuni kasta nomor 4. Ternyata, cewek-cewek  itu bisa lebih kejam dalam hal meruntuhkan keberanian seorang cowok yang mau “nembak” dia… hanya dengan tautan alis, bertanya dengan polos : “Kamu siapa ya ?”, atau sekedar ngikik-ngikik ngetawain si cowok (malang) tersebut, bersama cewek-cewek se-gank nya 😛

Terakhir gue ke sekolah, Ary & Lia udah naik kelas… sekarang di kelas 2 SMP. Dan mereka nggak pernah jadian, FYI 😛 Sementara gue ? Nah, disitulah gue… jongkok di tepi kotak kardus berisi stationery, memegang diary pink bergambar kupu-kupu sambil ketawa geli , teringat tentang Ary & diary yang diberikannya itu 😛

*) bukan nama sebenarnya. Identitas aseli korban disamarkan demi keutuhan “image” & kelangsungan masa depan sang korban 😛