Udah seminggu nggak nulis, yang keluar malah… curhat. Hehe, maap yah para pembaca sekalian, jadi disuguhi postingan gw yg gak jelas ini 😛

Hmmm, akhir-akhir ini lagi banyak hal & pikiran yg swirling didlm kepala gue… tapi begitu mau dikeluarin dg nulis, rasanya susah aja. Susah krn… banyak & ruwet, seperti jalinan benang kusut yang bahkan nggak tahu lagi ada dimana ujungnya & dimana pangkalnya. Tapi mau gak mau harus diurai satu persatu. Gue merasa isi kepala gue sekarang udah kayak beribu barang yang berjejalan nggak karuan didalam sebuah ransel besar; isinya kacau balau berantakan… musti dikeluarin dulu semua barang2 itu dari dalam ransel, trus ditata ulang biar rapi, biar ranselnya enak buat diisi lagi…dan biar ranselnya nggak berat untuk dipanggul dalam “perjalanan hidup”.

Dari mana yah mulainya ?

Hmmm… ini ajah deh. Beberapa minggu lalu setelah gue sembuh dari sakit, gue berasa cranky banget. Otak gue, badan gue, diri gue, berasa cranky semua. Apa-apa yg gue kerjain pada nggak beres semuanya. Karena nggak beres ngerjain apa-pun, gue jadi gak pengen ngerjain apa2 dulu. Mood gue juga jadi hilang. Awalnya guw mikir, mungkin crankiness ini berhubungan dengan panasnya cuaca Penang dua bulan terakhir ini. 33 derajat Celcius, kelembaban 75-78%. Mateng aja tuh, berasa kayak hidup dalam dandang kukusan, booo’. Wajar kalo di cuaca panas, orang jadi cranky. Bukan kondisi yg favorable-lah. Tapi setelah gue pikir, nggak selalu gitu ah. Apapun penyebabnya, gue harus cari jalan keluar dari crankiness ini. Beberapa kali gue coba melakukan hal2 yg gue senangi seperti jalan2, menggambar lagi & masak… eh, jadinya malah nggak beres semua. Yang terakhir itu bikin gue tambah cranky & puyeng : pas gue coba masak, masakan gue rasanya kacaaaauuu semua (aaargh !!). Pasti ada apa-apa, pikir gue. Kalo sampe masakan gue rasanya kaca, itu pasti ada apa2 dengan diri gue.

Nggak tahu deh, apa yang terjadi dengan diri gue… sampai jadi sedemikian cranky-nya.

Akhirnya, gue memutuskan untuk nggak melakukan apa2 dulu. Nggak menyentuh apapun, mengolah apapun. Menghilang sejenak. Being invisible. Biasanya gue berlari bersama orang2 lain yang juga berlari membawa kehidupannya, kali ini gue ingin diam… diam aja, sambil melihat kehidupan lain yg berseliweran disekeliling gue. Sampai gue merasa lebih baik & enakan.

Trus, beberapa hari yang lalu, gue baru dapet kabar dari teman  SMU gue kalau ibunya meninggal. She’s such a nice lady, baek banget. When i recalled some memories of her, well… it’s so hard not to cry. Nyesek aja. Gue jadi ngebatin, betapa usia manusia itu nggak ada yg tahu sampai dimana akhirnya & manusia nggak pernah tahu bagaimana saat & cara dia dipanggil oleh-Nya (…gue jadi inget sama film The Bucket List). Somehow, ini seolah jadi pengingat bagi gue untuk lebih mencintai & menghargai kehidupan, sehingga bisa menemukan lebih banyak “joy” untuk diri & juga berbagi “joy” tersebut kepada orang-orang yang dicintai.

Lainnya, gue menemukan kenyataan bahwa hidup ini bukanlah sebuah laboratorium yang dimana setiap variabel-variabelnya bisa gue kontrol sehingga bisa selalu memberikan hasil percobaan yang memuaskan. Ternyata nggak bisa gitu. Selalu ada a greater invisible hands yang mengatur kehidupan ini sedemikian rupa, sehingga… yang dituju adalah agar manusia selalu belajar, bukannya terima-jadi mendapatkan semua hal yang dia mau. Kita nggak bisa mengontrol semua aspek dalam kehidupan kita. Tapi kita bisa memilih, mau berusaha atau tidak. Mau belajar atau tidak. Semua hal yang terjadi, baik-buruk, untung-apes, senang-sedih… siap-nggak siap, segala hal yang terjadi dalam hidup ini dimaksudkan agar orang bisa siap untuk apapun & belajar.

Oia, satu lagi… memang betul kalau :  Life isn’t fair. But it’s still good.

😉