meattrainmidnight-meat-train-postersHohoho…
Jadi, semalem gue baru abis nonton pilem (lagi) sama si Baim, kali ini pilem horror berjudul Midnight Meat Train.  GILAK, sakit jiwa-lah ini pilem!
Film ini diangkat dari cerita pendek karya Clive Barker, yang juga  bikin cerita Candyman. PANTAS saja, fufufufu. Mengenai Midnight Meat Train sendiri, jeleknya : ini pilem masih mengusung tema “bloodbath”; kata Baim sih masih dalam batas yg wajar (wajar menurut Baim = tidak-wajar menurut gue). Tapi, bagusnya : ni pilem punya cerita & alur yang cukup bagus buat pilem horror, nggak semata-mata mengandalkan mandi-darah-tujuh-malem (eh, itu sih mandi kembang ya?) untuk bikin pilemmnya terasa ngeri-ngeri-sedap.

Iseng gue buka info tentang Midnight Meat Train ini di imdb.com. Pas gue baca nama sutradaranya… Ryuhei Kitamura. Hahaaa, pantesan filmnya terasa begitu “gore” & sakit-jiwa, Sodara-sodara. Ryuhei Kitamura ini spesialisasinya lebih ke gore-movie. Tapi film Midnight Meat Train lumayan bikin urat-serem-ketarik-tarik. Clive Barker + Ryuhei Kitamura = kombinasi yang bagus untuk film horror tipe gore. Lumayan ngeri, tipe-film-ngeri yang bikin imajinasi kita kalo ngebayangin filmnya jadi tambah ngeri. Huhuhu, untung gue nontonnya sambil merem-merem-ngintip, terutama pas adegan-adegannya yang “absurd”.

Bagi gue, salahsatu kriteria bagusnya film horror itu dilihat & didapat dari alur-cerita yang nggak gampang ketebak.  Kebiasaan gue yang mungkin bakal bikin gue ditendang keluar kalo nonton di bioskop adalah gue suka menebak-nebak alur & ending cerita film… pake dibahas pula sama partner nonton gue (dalam kasus ini, orang yang tidak beruntung itu adalah suami gw,  si Baim 😛 ). Hehe, soalnya asik aja ikutan mikir & nebak-nebak.  Lumayan, gue bisa menebak ending film Midnight Meat Train ini setelah tebakan pertama gue yg salah (tebakan gue yang salah itu adalah : in the end semua pembunuhan itu dilakukan untuk memenuhi kuota konsumsi daging yang semakin meninggi di kalangan warga kota New York. Fhiuuuuh, untung gue salah. See, lebih ngeri pas diimajinasikan sendiri, bukan ???). Dan menurut gue, kayaknya nggak ada film horror besutan sutradara Jepang yang nggak sakit-jiwa… The Ring, JuOn, Dark Water & Suicide Circle adalah buktinya.

Speaking about horror movies i’ve ever seen… gue suka nonton film horror. Kagak tahu kenapa, suka aja. Tapi gue lebih suka ke film2 horror yang ceritanya tentang pembunuh psikopat macam Hannibal Lector & Norman Bates, tentang arwah2, hantu, exorcism, etc.; bukan gore-movies yang lebih pantes ditonton calon mahasiswa-kedokteran buat ujian masuk karena alur ceritanya dibangun dari proses mutilasi tokoh2 dalam filmnya. Film horror yg pertama gue tonton itu serial Friday The 13th yang dulu ditayangkan di TVRI tiap malem Jumat. Filmnya yang tentang pemilik toko barang-barang antik yang berusaha memusnahkan kutukan-kutukan dalam barang2 antiknya ya, bukan yg tentang Jason Friday bunuh-bunuh orang sambil pake topeng hockey itu (ini sih gue males banget nontonnya). For me, this is one of the best TV horror-series. Waktu itu, gue masi kelas 4 SD; gue inget banget kalo nyokap & om-tante gue pada suka nonton serial ini… tiap kali mau nonton serial ini, gue bakal digesuh-gesuh biar nggak ikutan nonton sambil dinasehatin “Ntar kakak nggak bisa tidur lho !! Udah, masuk kamar sana..!”. Dasar gue-nya udah keburu penasaran, akhirnya gue ikutan nonton juga sambil ngintip-ngintip dari balik gordyn jendela. Sampe akhirnya pas nyokap & om-tante gue udah terlalu serius nonton, mereka nggak nyadar kalo gue udah kembali duduk bersama mereka di ruang TV 😛

Setelah langganan nonton serial Friday The 13th, film-film horror (plus horror sci-fi) lainnya pun jadi gue tonton juga, seperti The Omen 1-3, The Exorcist, Nosferatu, Rosemary’s Baby, & Nightmare on Elm Street (yang waktu itu tayangan marathon-nya diputar di RCTI setiap jam 01.00 a.m). Bagi gue yang waktu itu masih SD, film Jaws termasuk film horror juga 😛 Iya siy, nontonnya sambil merem-merem juga kalo lagi pas adegan yang “gila”. Tentang  film Jaws, ada satu ceritanya nih… film ini sukses bikin gue takut berenang, bahkan berenang di kolam-kolam yang pantulan airnya biru itu (untung pas gue nonton Jaws, gue udah nggak tinggal di Ambon lagi). Bahkan, saking terbayang-bayangnya, gue suka kebayang ada moncong hiu gede yang keluar meraung-raung menyerang dari dalam bak mandi, kala gue sedang mandi (…I know, ini imajinasi -berlebih. Nonton film horror + imajinasi berlebih = bukan hasil yang baik untuk perkembangan jiwa, apalagi kalo yg nonton anak SD). Pas jaman SD pula,  gue suka nonton serial film pendeknya Alfred Hitchcock yang suka diputer siang-siang. Tontonan siang yang bagus sekali 😀 Oh ya, jangan lupakan pula serial Twilight Zone yang jaman dulu langganan diputer tiap waktu magrib di RCTI (pemilihan slot waktu tayang-nya benar2 sesuai dengan judul serialnya, ya)… serial ini juga keren 😀

Masuk jaman SMP-SMU, nah… ini jaman-jamannya gue kecanduan nonton serial The X-Files (yang menurut gue jauh lebih keren daripada film-nya). Anehnya, gue gak terlalu suka sama film-film teen-horror macam I Know What You Did Last Summer, atau Scream. Biasa aja, menurut gue. Yang lumayan mantap itu film Candyman, The Pet Semetery, The Haunting, The Silence of the Lambs (ya, buat gue ini adalah juga film horror 😀 ) & Psycho (yang versi re-make Anna Heche & Vince Vaughn) 😀 Wuiiih, film-film itu nyaris-sukses bikin imajinasi-berlebih gue jadi makin liar. Kalo sekedar buat hiburan, film The Others, Bram Stoker’s Dracula atau Thir13en Ghosts juga bagus 😉

Baru deh pas jaman kuliah, gue kenalan & nonton film-film horror Thailand, Korea & Jepang yang najis-serem-abis itu… macamnya The Eye, Shutter, The Evil Twin, The Tale of Two Sisters, The Ring, Ju-OnMemento Mori…dan kawan-kawan sejenisnya. Again, gue sampe mikir, apa ada yang salah dengan otak pembuat film-film horror Thai-Jepang-Korea tersebut mpe filmnya absurd, surreal, yet drop-dead-scary kyk gitu ? 😛 Seremnya bener-bener sampe kebawa mimpi. Asian horror is the sickest of all, man… bahkan selama beberapa hari setelah nonton Ju-On, gue gak mau nengok ke kolong meja atau sudut-sudut rumah 😛 Geblek ajah. Biarpun film Thai/J/K-horror ini sampe dibuat remake-nya oleh Hollywood, teteeeeup… nggak ada yang ngalahin kengerian versi aselinya.
Oia, pas jaman kuliah, gue juga seneng begitu tau ada sekuelnya The Silence of the Lamb, yakni film Hannibal & Red Dragon. Yaudah deh, gue tonton. Cuma
yah berakhir menjadi agak-agak-traumatized gitu. Kalau film barat horror di masa-masa ini, gue juga suka sama The Sixth Sense karyanya M.Night Syamalan… nampol-lah itu. Tapi gue merasa, filmnya yang The Village punya ending yang “lucu-lucu-miris”. Trus, minggu lalu gue juga baru nonton Quarantine dan Cloverfield; lumayan bagus, tapi masih kerenan Cloverfield daripada Quarantine yang lumayan serem tapi ceritanya agak pointless (pointless = komentar :“Udah ? Gitu ajah ??? Trus lanjutannya apa ??”). Kalo film horror sci-fi tentang manusia-yang-jadi-buas-karena-ketularan-virus-aneh, film 28 Days Later dan 28 Weeks Later tu lumayan bagus. Gue masih penasaran sama film Blair Witch Project, The American Haunting dan The Orphanage, bagus gak siy ? Ada yang tahu, nyari DVD-atau bisa download filmnya tu dimana ya ? Kabarin gue ya kalo tahu 😉

Menurut gue, film horror Asia & barat sama-sama punya plus-minusnya. Tapi kalo soal serem, masih lebih mantap film horror Asia-lah… entah ini karena negara gue masih di benua Asia sehingga cerita urban-legend-nya nggak jauh beda, atau orang Asia pada tertekan mentalnya, atau emang sutradara & penulis ceritanya film Asia tu pada sakit jiwa bin brilian 😛 Film horror Indonesia pas awal-awal juga lumayan serem… contoh : film Jelangkung (yang pertama) dan Pocong-2; wuiiih, sedappp bener ituh. Tapi gue nggak mendapatkan feel yang sama waktu nonton film sekuelnya  Jelangkung (nama film sekuelnya tu Jelangkung-2, bukan siy ? 😛 ). Menurut gue, makin kesini film-film horror Indonesia udah nggak serem lagi… soalnya keliatan banget mengandalkan make-up & properti yang serem2 demi membangun “kengerian”-nya… apalagi  filmnya juga memakai bintang-bintang film muda nan cakep yang cuma bisa teriak sekeras-kerasnya & nangis kayak mau beranak demi menyampaikan kesan horror itu 🙁 Alur ceritanya juga udah gampang ketebak-lah. Masih seputar memvisualisasikan urban-legend/cerita-cerita syerem di sekitar kita. Belum ada inovasi & ide lain, seperti mungkin mengawinsilangkan penampakan horror-nya pocong & kuntilanak ? atau babi ngepet & suster ngesot ? Atau kolor-ijo & genderuwo (jadinya genderuwo berkolor-ijo). Who knows, jadinya lebih ‘serem’.

Tapi, gue denger-denger, film “Pintu Terlarang” yang baru-baru ini diputar di Indonesia tu lumayan nyeremin & mantap ya? Wah, jadi penasaran pengen nonton pas ntar pulang… sereman mana yah sama film KambingJantan ? 😛 becanda…

Akhirnya, tentang semua pilem-pilem horror itu, gue sampai di satu kesimpulan : yang serem itu bukan arwah, hantu, urban-legend dkk… tapi, yang serem itu adalah isi pikiran & imajinasi manusia-nya.

Beneran.

.

.

PS : setelah gue menilik lagi perjalanan gue dalam menggemari tayangan horror… phiuuuff , pantes aja gue jadi rada “gelo” gini, dari kecil suka nonton film-film serem.  Inget, kombinasi : nonton film horror + imajinasi berlebih = bukan hasil yang baik untuk perkembangan jiwa, atau untuk kewarasan anda.

Aaaaanyway, untuk saat ini, kalau misalnya ntar anda sedang sendirian naik kereta malam (let’s say… entah itu subway, metro, MRT atau kereta Pakuan 😛 ) di jam-jam terakhir, lalu anda melihat ada orang  yang duduk satu gerbong dengan anda dengan penampakan/rupa orang tersebut seperti ini :

midnightmeattrain-1

.

… mendingan anda segera turun deh di stasiun berikutnya. Beneran. Daripada… yah, daripada 😛