Semua orangtua pasti sedih kalo anaknya sakit. Who doesn’t ? Kalau bisa sehat terus, diusahain biar sehat terus deh. Kenyataannya kita gak hidup di lingkungan steril, baik itu steril dari kuman penyakit pun dari isu-isu kesehatan yang turut menumbuhkan ketakutan & rasa waswas. Dengan inilah kita jadi menumpuk pengetahuan dari internet, buku, serta memburu arahan dari dokter tentang gimana menangani anak sakit (minimal kalau demam). Waktu baca-baca, yang kepikir mah “Oooh, okay… jadi kalo anak demam, observasi 72 jam doang ya sama anaknya banyak-banyakin minum aja”. Doang. Tapi pas si anak blas beneran sakit… bisa jadi lupa semua tuh ilmu & pesan wanti-wanti pak/bu dokter.

Kami (akhirnya) ngerasain sendiri manakala Desember kemarin Alma perdana sakit. Jujur aja, yang paliiing susah dilakukan saat anak sakit adalah bagaimana berpikir rasional dalam mencari pengobatan & menangani anak sakit. Jaman dulu pas kecil, inget banget deh karena susceptible sekali kena flu, batuk & radang tenggorokan, saban demam langsung dibombardir pake obat racikan puyer, atau obat sakti yang dikenal sebagai antibiotik. Padahal nggak semua demam harus diobati dengan antibiotik. Akibatnya ya sekarang ini… kalo radang tenggorokan yang harusnya sembuh dengan dosis normal, di gue baru sembuh kalo antibiotiknya 1000mg (pernah kejadian pas jaman kuliah). Gue nggak mau Alma mengalami hal yang sama di kemudian harinya; jadi ditengah kebingungan saat Alma demam, pikiran untuk “segera-pergi-ke-dokter” gue tepikan dulu. Instead, gue baca ulang lagi doktrinnya Dr.Wati tentang penanganan pertama untuk demam pada anak (cieeeeh… ceritanya home treatment dulu nih, niyeee 😛 ).

Jadi waktu siang sepulangnya dari perayaan ultah gue di Kebun Raya, Alma udah kelihatan diam terus. Diamnya nggak pake usrek-usrek & nggak brisik seperti biasanya. A bit unusual untuk perilaku seorang Alma 😆 Gue pikir, ah mungkin Alma ngantuk ‘kali. Yaudah, sampe sore masih biasa aja, nyusu masih lahap & masih mau dimandiin. Malamnya Alma kembali diam, nggak heboh seperti biasanya. Sekitar jam 10-an, dia sempat rewel pas nyusu sebelum tidur. Saat gue raba dahinya… wah, kok anget. Kenapa ini. Biar pasti (nggak cuma ngukur suhu diraba pake tangan), ukur dulu suhu tubuhnya (pake termometer biasa, diukur di ketiak) : 38’C. OK, peringatan pertama. Akhirnya sih meski badannya masih rada anget, Alma langsung bobo setelah nyusu. Yaudah, kita lihat kondisinya besok pagi.

Pagi hari tanggal 25, Alma bangun & ukur suhu :  38.2’C. Masih bisa main-main, tapi tumben nggak mau makan pisang & pepaya. Untungnya sih nyusunya superlahap… lebih lahap dari biasanya. Gue udah siap dengan kemungkinan Alma nggak nafsu makan, jadi yaudah, yang penting dia masih mau banyak minum asi. Jam 12 siang ukur suhu lagi, 37.5’C. Sedikiiiit lega karena suhunya turun, tapi nggak lega-lega amat karena tetap harus diawasi selama 72 jam sejak awal demam. Jadi… perjalanan masih jauh ya bok.

Sore jam 5-an gitu kembali ukur suhu tubuh Alma : walah… 38.3’C, pake beberapa kali batuk. Mulai takut deh gue. Langsung tanya ke teman-teman di twitter & semua menyarankan untuk observasi di rumah aja selama 72 jam sembari Alma digelontor asi, berendam di air hangat & diberi sirup obat penurun panas. Siap laksanakan !! Baca balasan mereka, gw & Baim sepakat nggak mau langsung melesat ke dokter. Instead, Baim ke apotek beli sirup obat penurun panas buat anak-anak yang isinya parasetamol thok. Sesuai saran, kalau panasnya lewat 38.5’C & si anak mulai rewel karena badannya sakit, dikasih obat penurun panas aja agar nyaman. Yo wis, kami jaga-jaga aja punya sirup obat penurun panas. Tiga jam kemudian ukur suhu lagi : 38.8’C. Aiiiih, mau gila deh rasanya. Mana Alma kali ini nggak lincah (tapi bukan lethargic), diam lesu & maunya nemplok ke gue terus. Keliatan banget dari sorot matanya kalau dia lemes. Yaudah setelah disusuin, Baim beri obat penurun panas lalu diberi kangaroo care : jadi anaknya dibiarin pake popok aja trus digendong skin-to-skin contact dengan orangtuanya. Waktu itu Alma kami gendong pakai baby wrap, ganti-gantian antara gue & Baim. Sebelum tidur, Alma di-waslap air hangat sembari dibersihkan & ganti popok. Sempat konsultasi ke dr.Endah Citra Resmi (salah satu anggota squadnya Dr.Wati), katanya semua treatmentnya udah bener, tinggal observasi kondisi anaknya aja (diamati apa yang jadi penyebab demamnya). Dua jam setelah diberi semua treatment itu, Alma agak mendingan & panasnya turun. Tapi sepanjang malam Alma nggak berhenti ngejilatin gusi gigi depan & ngunyah2 boneka kelincinya. Nggak rewel berurai airmata sih, untungnya. Keraba, gusi atasnya lebih keras drpd gusi bawah. Plus, nyusu-nya semakin nggragas. Sepanjang malam sering minta nyusu. Jangan-jangan mau numbuh gigi kali ya, pikir kami. Antara harap2 cemas juga sih… beneran mau numbuh gigi atau karena penyebab lainnya 😛 Dan malam itupun lewat dengan Alma beberapa kali terbangun & nangis. Poor child 🙁

Keesokan paginya (26/12) ukur suhu jam 6-an : 38.1’C. Kesian banget lihat Alma lemas, matanya kuyu, nggak minat pula main-main sama bonekanya. Mutia sempat komen : “Sepi ya kak kalo Alma sakit.. nggak kedengeran suaranya, nggak rame”. Kalau panasnya lewat dari angka 38, kelihatan banget Alma lebih banyak diam & pengennya melungker dekat badan gue, entah itu buat tidur atau nyusu. Setelah ukur suhu & minum obat, Alma ketiduran sehabis lahap nyusu. Sekitar jam 8 pagi Alma bangun karena pup. Dua kali pup, di-washlap air hangat & ganti popok, Alma kembali lincah & minum buanyak (meski suhunya masih 38’C). Beberapa kali batuk-batuk. Alma tidur lagi & bangun jam 10-an buat nyusu sebanyak-banyaknya… trus tidur lagi 😛 Iya, aktivitas Alma langsung berubah jadi minum-tidur-minum-tidur saat lagi sakit begini. Gue ? Lumayan lemasssss ditempel Alma yang terus-menerus minta mimik & digendong kangaroo care 😆 Tapi gapapa… saban lapar Baim udah sediakan bergelas-gelas air, susu & dua toples biskuit marie regal buat dicemil, hehe.

Jam 11.45 am kembali ukur suhu tubuh Alma : 38’5 C (diukur suhunya pas tidur). Selama tidur napasnya bunyi dikit, seperti ada lendir di hidung. Jam 8 malam ukur suhu lagi : 38.6’C & anaknya resah. Yaudah… dikasih sirup obat penurun panas lagi. Sempat ngamuk nggak mau minum obat : 1st attempt dimuntahin, 2nd baru mau ditelan. Kayaknya buat bayi & batita lebih gampang ngasih obat pakai pipet takar atau syringe ya, daripada pakai sendok… rawan tumpah, soalnya. Sebelum tidur jam 21.30, ukur suhu lagi : turun jadi 37.8’C. Pfhiuuuuhhh. Dan alhamdulillah, ini bertahan sampai keesokan paginya.

Baru sembuh

Paginya tanggal 27, Alma kembali lincah, meski masi terlihat kuyu. Udah ketawa-ketawa lagi & kembali brisik 😆 Pas ukur suhu : 37.5’C. Sampai selama siang nggak naik lagi & stabil di kisaran 37-36.8’C. Malamnya sebelum tidur udah nggak demam lagi. Sampai keesokan harinya.

Kebanyakan dari kita punya anggapan bahwa suhu diatas 37’C = demam. Ternyata nggak selalu, karena beberapa titik di tubuh pun memiliki suhu yang berbeda, meski rentangnya nggak jauh. Secara umum suhu tubuh normal dari manusia berada di rentang 36-37’C (atau rata-rata 37’C), dan menurut disini, demam didefinisikan sebagai naiknya suhu tubuh melampaui angka 37,5’C.  Tapi angka tersebut biasanya dari pengukuran suhu tubuh lewat ketiak. Gimana kalau pengukuran suhu tubuhnya dilakukan di mulut, telinga, atau rektum (anus) ? Lebih jelasnya, monggo dilihat gambar berikut (yang diambil dari sebuah poster di rumah sakit Lam Wah Ee)  :

Lepas 72 jam & suhu Alma sudah normal, emak-babenya langsung sujud syukur (sambil goler-goler kecapekan) 😆 Alhamdulillah Alma sembuh buh buh… dan demamnya berlalu, meski menyisakan PR bagi kami : apa penyebab demamnya. Nggak tahu juga, antara flu biasa (common colds) & gejala mau numbuh gigi (tapi sampai saat ini belum ada putik2 putih muncul di gusinya tuh). Eniwei, ujian observasi kondisi anak demam selama 72 jam di rumah itu lebih bikin degdegan. Kami udah kepikiran kalau suhu Alma menembus angka 39’C di hari ketiga, mau kami bawa langsung ke dokter anak. Segitu aja saat Alma demam, gue udah kebat-kebit… gimana para orangtua yang anaknya sakit lebih dari sekedar demam ? Pasti rasanya udah diluar segala rasa yang mampu ditanggung.